Agustus 05, 2007

cukup cerdaskah moral kita

Pintar dan cerdas saja tidaklah cukup menjadi jaminan keberhasilan seseorang. Ada nilai-nilai lain yang perlu dipegang teguh. Inilah yang melahirkan fakta dimana banyak orang berintelejensia tinggi cenderung menyalahgunakan kehebatannya jika tak didukung faktor kecerdasan lain.

Pada segolongan populasi manusia terdapat sekelompok manusia dengan jumlah prosentase yang kecil menderita, mengalami sakit jiwa ataupun terkucil. Kelompok ini kemungkinan tidak “mengerti” yang benar dan yang salah.

Dalam hal ini nilai dan filosofi turut berperan. Penilaian kita menjadi dasar dalam percaya dan menentukan tindakan. Filosofi merupakan jalan bagi kita untuk menentukan nilai. Filosofi yang cerdas merupakan keinginan untuk memahami manusia, benda, dan dunia melalui rangkaian kata yang menggambarkan bagaimana mereka bekerja dengan demikian menyediakan suatu keamanan emosional dalam meramalkan masa depan.

Manusia dengan filosofi mempercayakan pada logika dalam membuat keputusan, dan menaksirkan harga dari sesuatu melawan “kode” yang mendasar atau mengatur garis pedoman yang menyebabkan ketegangan. Manusia dengan pandangan ini mempercayakan pada kesadaran persaingan, terkadang pada wewenang sosial yang terpisah. Dalam hipotesa penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hal lebih mendasar dari kemampuan kecerdasan emosional. Hal tersebut tampak semacam kompas moral. Hal tersebut merupakan jantung dari kesuksesan bisnis yang berjalan lama. “Sesuatu yang lebih” ini dinamakan kecerdasan moral (moral intelligence).

Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan kepemimpinan, namun juga merupakan “pusat kecerdasan” bagi seluruh manusia. Mengapa? Karena kecerdasan moral secara langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna. Kecerdasan moral memberikan hidup manusia memiliki tujuan. Tanpa kecerdasan moral, kita tidak dapat berbuat sesuatu dan peristiwa-peristiwa yang menjadi pengalaman jadi tidak berarti. Tanpa kecerdasan moral kita tidak akan tahu mengapa pekerjaan yang kita lakukan? Dan apa yang harus dikerjakan?

Dilahirkan Bermoral

Seorang pemimpin yang terbaik berpikir “kita”, bukan “saya”. Suatu hal yang sederhana, dimana orang yang baik memiliki moral yang merupakan watak bawaan sejak lahir. Mereka mengikuti sebuah kompas moral walaupun terdapat godaan. Mereka memilih yang benar dari yang salah. Orang baik dan pemimpin yang baik merupakan bagian dari nilai moral. mereka percaya terhadap kejujuran dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain. Mereka turut berduka terhadap penderitaan orang lain dan tahu bagaimana harus memaafkan seperti pentingnya dirinya sendiri.

Untuk memiliki moral toleransi, pertama kita memerlukan kemampuan untuk melihat dunia melalui pandangan mata orang lain. Banyak psikolog mempercayai bahwa indikasi awalnya adalah empati. Sejak berumur dua tahun, kita mulai menunjukkan celah keadilan, tanggung jawab, dan merasa bersalah.

Kita semua pernah mendengar anak-anak menginjak umur tiga atau empat menanggapi kenyataan atau imajinasi keadilan dengan sebuah empati, “That’s not fair!”. Banyak dari kita memulai pada usia dini untuk melakukan sesuatu yang kita tahu akan membuat kecewa orang lain. Melakukan hal yang negatif merupakan bagian penting dari belajar memiliki moral. jika kita tidak melakukan sesuatu yang buruk, akan sulit bagi kita untuk mengerti perbedaan antara tingkah laku benar dan salah. Pikirkan waktu lalu yang dapat anda ingat ketika anda melakukan suatu kesalahan.

Ilmuwan mempelajari hubungan antara fungsi otak dan tingkah laku memulai dengan bagan “anatomi moral” dari otak. Mereka mempelajari bagaimana otak memberi dampak pada tingkah laku moral. Sebagian dari kita mengetahui apa yang benar, terkadang berjuang untuk melakukan apa yang kita ketahui benar - ketika kita kekurangan kompetensi moral untuk bertindak selaras dengan pedoman moral.

Peneliti telah menemukan bahwa otak kita membuat perbedaan. Ketika ilmu syaraf dibandingkan dengan tingkah laku dari dua remaja yang merasa menderita luka-luka otak, mereka menemukan sebuah perbedaan tajam dalam kapasitas luka mereka.

Jika benar bahwa kita memiliki hubungan untuk mengikuti Golden Rule, lantas bagaimana kita dapat menjelaskan semua kekerasan yang terjadi? Kita dapat mencoba menulis kejahatan dan kekejaman sebagai mutasi dari sifat normal alami manusia. Kebanyakan dari kita, bagaimanapun juga menyadari bahwa terdapat sisi gelap dalam diri kita.

Dengan menyeimbangkan laju persaingan dan mengatur sisi gelap dari diri kita merupakan pokok dari kecerdasan moral. Memilih diantara keinginan-keinginan bersaing merupakan pokok dari kesusilaan. Tidak ada kesusilaan tanpa pilihan. Membuat keputusan antara laju persaingan mewajibkan kita untuk membuat pilihan-pilihan moral. Hal ini merupakan kecerdasan moral, kemampuan untuk menyeimbangkan laju persaingan, yang membuat kita sebagai manusia yang sesungguhnya.

Psikolog Martin Seligman dan rekan kerjanya dalam lingkup “positif psikologi” memiliki penilitian yang membawa mereka pada enam identifikasi “nilai-nilai umum” dalam semua budaya di dunia: harapan, keberanian, perikemanusiaan, keadilan, kesederhanaan, dan transenden. Walaupun labelnya mengubah kuat sikap yang melalaikan dan masing-masing budaya kemungkinan menjelaskan prinsip-prinsip yang berbeda, moral yang mendasari pengertian, selalu sama.

Kita mempercayai keberadaan prinsip-prinsip umum, walaupun kita tahu prinsip-prinsip umum tersebut tidak tersebar secara keseluruhan. Kita percaya bahwa kita dalam keselarasan dengan prinsip-prinsip sangat penting bagi perjuangan individu, organisasi dan kesuksesan.

Pedoman Moral

Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya bahwa sejak lahir kita telah memiliki “bakat” bermoral. Namun bakat saja tidaklah cukup. Kemantapan antara bakat, kemampuan, dan tindakan merupakan hal yang mendukung menuju tercapainya tujuan. Hal tersebut disebut dengan “keselarasan hidup”.

Menggapai keselarasan hidup mungkin terkadang sulit, namun hal itu tidak memaksakan kita untuk melakukan tindakan yang superhuman. Hanya diperlukan langkah yang konsisten dari hari ke hari, apa yang harus kita lakukan, apa yang kita perlukan untuk meraih tujuan. keselarasan hidup juga bukan merupakan suatu kebetulan. Keselarasan hidup diperlukan dalam melakukan sesuatu pada tujuan dan untuk sebuah tujuan. Bagaimana untuk memulainya?

Keselarasan hidup memiliki dua proses. Proses pertama, bangun model pandangan pribadi anda:
- Kompas moral – apa nilai anda, dan apa hal paling penting yang anda percayai?
- Tujuan – apa yang anda inginkan untuk menyempurnakan kepribadian dan profesionalitas anda?
- Tingkah laku – tindakan apa yang akan anda perbuat untuk menggapai tujuan anda?

Selanjutnya, setelah membangun model keselarasan pribadi dan mengetahui apa yang pantas dalam “bingkai”nya masing-masing, lakukan yang terbaik untuk memperbaiki keselarasan diantara bingkai-bingkai moral.

Tidak seperti prinsip umum, yang dikirimkan kepada setiap orang, nilai (value) bersifat individu. Terdapat alasan khusus untuk mengidentifikasikan nilai-nilai penting yang dimiliki. Values menolong manusia untuk selektif mengenai bagaimana menghabiskan waktu yang berharga. Saat values dapat membantu mengatakan yang benar dari yang salah, values juga menolong manusia untuk memutuskan yang benar dengan dipandu pilihan-pilihan. Untuk membuat keputusan yang benar, perlu dipertimbangkan pilihan-pilihan penting dari nilai-nilai personal seperti kesehatan, perkembangan personal, petualangan, dan keluarga.

Sama dengan setiap bagian dari kepemimpinan yang efektif, pembuatan keputusan yang baik menjelaskan tentang nilai-nilai personal anda. Terkadang kita tidak secara tepat menilai apa yang kita katakan dan yang kita lakukan. Jika setiap waktu anda mendapatkan diri anda tidak konsisten dengan nilai-nilai, anda memiliki sebuah pilihan. Anda dapat belajar untuk keselarasan tingkah laku yang lebih baik dengan nilai-nilai anda, membangun kompetensi moral dan emosional anda atau anda secara sederhana menerima bahwa anda menilai sesuatu yang anda rasa tidak penting bagi anda. Hal ini tidak ada masalah selama tindakan anda tidak berlawanan dengan prinsip-prinsip umum.

Setiap pemimpin yang efektif memiliki bola kristal tujuan yang jelas. Tujuan merupakan hal sangat penting bagi pemimpin yang efektif karena tujuan menggerakkan melebihi apa yang disadari atau tujuan yang baik terhadap tindakan yang spesifik. Pemimpin yang efektif menerima tanggung jawab sebagai jalan mencapai tujuan. Pemimpin yang efektif memiliki tujuan yang sangat mereka perhatikan. Mereka juga membesarkan hati pengikut mereka untuk membangun kepribadian dan mencapai tujuan. Salah satu dari alat motivator yang terhandal dari pemimpin yang baik adalah dengan menunjukkan kepedulian terhadap apa yang diinginkan dan tujuan yang dimiliki oleh orang-orang yang bekerja dengannya.

Tingkah laku meletakkan “hidup” dalam “kehidupan yang selaras”. Kebiasaan menunjukkan apa yang dilakukan, termasuk pemikiran, emosi, dan tindakan yang diambil. Kebiasaan merupakan suatu hal yang menginspirasi manusia untuk mengikuti pemimpin. Manusia tidak akan mengetahui anda sebagai pemimpin moral kecuali anda membicarakan mengenai tujuan hidup anda – dan bertindak secara serasi.

Kecerdasan moral merupakan bagian dari manusia yang mempertajam pedoman moral manusia dan memastikan bahwa tujuan konsisten dengan pedoman moral. Kompetensi moral merupakan kemampuan untuk bertindak berdasarkan prinsip moral kita. Kompetensi emosional merupakan kemampuan untuk mengatur emosi kita dan orang lain dalam situasi tuntutan moral. Tanpa kecerdasan moral tidak ada pelatihan yang akan membawa kita pada moral kepemimpinan, disebut juga dengan otak anak kecil yang terluka. Tidak peduli seberapa keras orang tuanya berusaha untuk mengisi nilai-nilai positif, mereka benar-benar kekurangan neurologika dasar, alat untuk membedakan antara benar dan salah.

Tidak ada komentar: