Agustus 08, 2007

BENTUK PEMERINTAHAN ISLAM

Sistem pemerintahan Islam adalah sebuah sistem yang lain sama sekali dengan sistem-sistem pemerintahan yang ada di dunia. Baik dari aspek asas yang menjadi landasan berdirinya, pemikiran, pemahaman, standar serta hukum-hukum yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umat, maupun dari aspek undang-undang dasar serta undang-undang yang diberlakukannya, ataupun dari aspek bentuk yang menggambarkan wujud negara tadi, maupun hal-hal yang menjadikannya beda sama sekali dari seluruh bentuk pemerintahan yang ada di dunia.

A. Pemerintahan Islam Bukan Monarchi

Sistem pemerintahan Islam tidak berbentuk monarchi. Bahkan, Islam tidak mengakui sistem monarchi, maupun yang sejenis dengan sistem monarchi.

Kalau sistem monarchi, pemerintahannya menerapkan sistem waris (putra mahkota), dimana singgasana kerajaan akan diwarisi oleh seorang putra mahkota dari orang tuanya, seperti kalau mereka mewariskan harta warisan. Sedangkan sistem pemerintahan Islam tidak mengenal sistem waris. Namun, pemerintahan akan dipegang oleh orang yang dibai'at oleh umat dengan penuh ridla dan bebas memilih.

Sistem monarchi telah memberikan hak tertentu serta hak-hak istimewa khusus untuk raja saja, yang tidak akan bisa dimiliki oleh yang lain. Sistem ini juga telah menjadikan raja di atas undang-undang, dimana secara pribadi memiliki kekebalan hukum. Dan kadangkala raja hanya simbol bagi umat, dan tidak memiliki kekuasaan apa-apa, sebagaimana raja-raja di Eropa. Atau kadangkala menjadi raja dan sekaligus berkuasa penuh, bahkan menjadi sumber hukum. Dimana raja bebas mengendalikan negeri dan rakyatnya dengan sesuka hatinya, sebagaimana raja di Saudi, Maroko, dan Yordania.

Lain halnya dengan sistem Islam, sistem Islam tidak pernah memberikan kekhususan kepada khalifah atau imam dalam bentuk hak-hak istimewa atau hak-hak khusus. Khalifah tidak memiliki hak, selain hak yang sama dengan hak rakyat biasa. Khalifah juga bukan hanya sebuah simbol bagi umat yang menjadi khalifah namun tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Disamping khalifah juga bukan sebuah simbol yang berkuasa dan bisa memerintah serta mengendalikan negara beserta rakyatnya dengan sesuka hatinya. Namun, khalifah adalah wakil umat dalam masalah pemerintahan dan kekuasaan, yang mereka pilih dan mereka bai'at dengan penuh ridla agar menerapkan syari'at Allah atas diri mereka. Sehingga khalifah juga tetap harus terikat dengan hukum-hukum Islam dalam semua tindakan, hukum serta pelayanannya terhadap kepentingan umat.

Disamping itu, dalam pemerintahan Islam tidak mengenal wilayatul ahdi (putra mahkota). Justru Islam menolak adanya putra mahkota, bahkan Islam juga menolak mengambil pemerintahan dengan cara waris. Islam telah menentukan cara mengambil pemerintahan yaitu dengan bai'at dari umat kepada khalifah atau imam, dengan penuh ridla dan bebas memilih.

B. Pemerintahan Islam Bukan Republik

Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem republik. Dimana sistem republik berdiri di atas pilar sistem demokrasi, yang kedaulatannya jelas di tangan rakyat. Rakyatlah yang memiliki hak untuk memerintah serta membuat aturan, termasuk rakyatlah yang kemudian memiliki hak untuk menentukan seseorang untuk menjadi penguasa, dan sekaligus hak untuk memecatnya. Rakyat juga berhak membuat aturan berupa undang-undang dasar serta perundang-undangan, termasuk berhak menghapus, mengganti serta merubahnya.

Sementara sistem pemerintahan Islam berdiri di atas pilar akidah Islam, serta hukum-hukum syara'. Dimana kedaulatannya di tangan syara', bukan di tangan umat. Dalam hal ini, baik umat maupun khalifah tidak berhak membuat aturan sendiri. Karena yang berhak membuat aturan adalah Allah SWT. semata. Sedangkan khalifah hanya memiliki hak untuk mengadopsi hukum-hukum untuk dijadikan sebagai undang-undang dasar serta perundang-undangan dari kitabullah dan sunah Rasul-Nya. Begitu pula umat tidak berhak untuk memecat khalifah. Karena yang berhak memecat khalifah adalah syara' semata. Akan tetapi, umat tetap berhak untuk mengangkatnya. Sebab Islam telah menjadikan kekuasaan di tangan umat. Sehingga umat berhak mengangkat orang yang mereka pilih dan mereka bai'at untuk menjadi wakil mereka.

Dalam sistem republik dengan bentuk presidensilnya, seorang presiden memiliki wewenang sebagai seorang kepala negara serta wewenang sebagai seorang perdana menteri, sekaligus. Karena tidak ada perdana menteri dan yang ada hanya para menteri, semisal presiden Amerika. Sedangkan dalam sistem republik dengan bentuk parlementer, terdapat seorang presiden sekaligus dengan perdana menterinya. Dimana wewenang pemerintahan dipegang oleh perdana menteri, bukan presiden. Seperti republik Prancis dan Jerman Barat.

Sedangkan di dalam sistem khilafah tidak ada menteri, maupun kementerian bersama seorang khalifah seperti halnya dalam konsep demokrasi, yang memiliki spesialisasi serta departemen-departemen tertentu. Yang ada dalam sistem khilafah Islam hanyalah para mu'awin yang senantiasa dimintai bantuan oleh khalifah. Tugas mereka adalah membantu khalifah dalam tugas-tugas pemerintahan. Mereka adalah para pembantu dan sekaligus pelaksana. Ketika khalifah memimpin mereka, maka khalifah memimpin mereka bukan dalam kapasitasnya sebagai perdana menteri atau kepala lembaga eksekutif, melainkan hanya sebagai kepala negara. Sebab dalam Islam tidak ada kabinet menteri yang bertugas membantu khalifah dengan memiliki wewenang tertentu. Sehingga mu'awin tetap hanyalah pembantu khalifah untuk melaksanakan wewenang-wewenangnya.

Selain dua bentuk tersebut --baik presidensil maupun parlementer-- dalam sistem republik, presiden bertanggungjawab di depan rakyat atau yang mewakili suara rakyat. Dimana rakyat beserta wakilnya berhak untuk memberhentikan presiden, karena kedaulatan di tangan rakyat.

Kenyataan ini berbeda dengan sistem kekhilafahan. Karena seorang amirul mukminin (khalifah), sekalipun bertanggungjawab di hadapan umat dan wakil-wakil mereka, termasuk menerima kritik dan koreksi dari umat serta wakil-wakilnya, namun umat termasuk para wakilnya tidak berhak untuk memberhentikannya. Amirul mukminin juga tidak akan diberhentikan kecuali apabila menyimpang dari hukum syara' dengan penyimpangan yang menyebabkan harus diberhentikan. Adapun yang menentukan pemberhentiannya adalah hanya mahkamah madhalim.

Kepemimpinan dalam sistem republik, baik yang menganut presidensil maupun parlementer, selalu dibatasi dengan masa jabatan tertentu, yang tidak mungkin bisa melebihi dari masa jabatan tersebut. Sementara di dalam sistem khilafah, tidak terdapat masa jabatan tertentu. Namun, batasannya hanyalah apakah masih menerapkan hukum syara' atau tidak. Karena itu, selama khalifah melaksanakan hukum syara', dengan cara menerapkan hukum-hukum Islam kepada seluruh manusia di dalam pemerintahannya, yang diambil dari kitabullah serta sunah Rasul-Nya maka dia tetap menjadi khalifah, sekalipun masa jabatannya amat panjang. Dan apabila dia telah meninggalkan hukum syara' serta menjauhkan penerapan hukum-hukum tersebut, maka berakhirlah masa jabatannya, sekalipun baru sehari semalam. Sehingga tetap wajib diberhentikan.

Dari pemaparan di atas, maka nampak jelas perbedaan yang sedemikian jauh antara sistem kekhilafahan dengan sistem republik, antara presiden dalam sistem republik dengan khalifah dalam sistem Islam. Karena itu, sama sekali tidak diperbolehkan untuk mengatakan bahwa sistem pemerintahan Islam adalah sistem republik, atau mengeluarkan statemen: "Republik Islam". Sebab, terdapat perbedaan yang sedemikian besar antara kedua sistem tersebut pada aspek asas yang menjadi dasar tegaknya kedua sistem tersebut, serta adanya perbedaan di antara keduanya baik dari segi bentuk maupun substansi-substansi masalah berikutnya.

C. Pemerintahan Islam Bukan Kekaisaran

Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem kekaisaran, bahkan sistem kekaisaran jauh sekali dari ajaran Islam. Sebab wilayah yang diperintah dengan sistem Islam --sekalipun ras dan sukunya berbeda serta sentralisasi pada pemerintah pusat, dalam masalah pemerintahan-- tidak sama dengan wilayah yang diperintah dengan sistem kekaisaran. Bahkan, berbeda jauh dengan sistem kekaisaran, sebab sistem ini tidak menganggap sama antara ras satu dengan yang lain dalam hal pemberlakuan hukum di dalam wilayah kekaisaran. Dimana sistem ini telah memberikan keistimewaan dalam bidang pemerintahan, keuangan dan ekonomi di wilayah pusat.

Sedangkan tuntunan Islam dalam bidang pemerintahan adalah menganggap sama antara rakyat yang satu dengan rakyat yang lain dalam wilayah-wilayah negara. Islam juga telah menolak ikatan-ikatan kesukuan (ras). Bahkan, Islam memberikan semua hak-hak rakyat dan kewajiban mereka kepada orang non Islam yang memiliki kewarganegaraan. Dimana mereka memperoleh hak dan kewajiban sebagaimana yang menjadi hak dan kewajiban umat Islam. Lebih dari itu, Islam senantiasa memberikan hak-hak tersebut kepada masing-masing rakyat --apapun madzhabnya-- yang tidak diberikan kepada rakyat negara lain, meskipun muslim. Dengan adanya pemerataan ini, jelas bahwa sistem Islam berbeda jauh dengan sistem kekaisaran. Dalam sistem Islam, tidak ada wilayah-wilayah yang menjadi daerah kolonial, maupun lahan ekploitasi serta lahan subur yang senantiasa dikeruk untuk wilayah pusat. Dimana wilayah-wilayah tersebut tetap menjadi satu kesatuan, sekalipun sedemikian jauh jaraknya antara wilayah tersebut dengan ibu kota negara Islam. Begitu pula masalah keragaman ras warganya. Sebab, setiap wilayah dianggap sebagai satu bagian dari tubuh negara. Rakyat yang lainnya juga sama-sama memiliki hak sebagaimana hak rakyat yang hidup di wilayah pusat, atau wilayah-wilayah lainnya. Dimana otoritas pejabatnya, sistem serta perundang-undangannya sama semua dengan wilayah-wilayah yang lain.

D. Pemerintahan Islam Bukan Federasi

Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem federasi, yang membagi wilayah-wilayahnya dalam otonominya sendiri-sendiri, dan bersatu dalam pemerintahan secara umum. Tetapi sistem pemerintahan Islam adalah sistem kesatuan. Yang mecakup seluruh negeri seperti Marakis di bagian barat dan Khurasan di bagian timur. Seperti halnya yang dinamakan dengan mudiriyatul fuyum ketika ibu kota Islam berada di Kaero. Harta kekayaan seluruh wilayah negera Islam dianggap satu. Begitu pula anggaran belanjanya akan diberikan secara sama untuk kepentingan seluruh rakyat, tanpa melihat daerahnya. Kalau seandainya ada wilayah telah mengumpulkan pajak, sementara kebutuhannya kecil, maka wilayah tersebut akan diberi sesuai dengan tingkat kebutuhannya, bukan berdasarkan hasil pengumpulan hartanya. Kalau seandainya ada wilayah, yang pendapatan daerahnya tidak bisa mencukupi kebutuhannya, maka negara Islam tidak akan mempertimbangkannya. Tetapi, wilayah tersebut tetap akan diberi anggaran belanja dari anggaran belanja secara umum, sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Baik pajaknya cukup untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.

Sistem pemerintahan Islam juga tidak berbentuk federasi, melainkan berbentuk kesatuan. Karena itu, sistem pemerintahan Islam adalah sistem yang berbeda sama sekali dengan sistem-sistem yang telah populer lainnya saat ini. Baik dari aspek landasannya maupun substansi-substansinya. Sekalipun dalam beberapa prakteknya hampir ada yang menyerupai dengan praktek dalam sistem yang lain.

Disamping hal-hal yang telah dipaparkan sebelumnya, sistem pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan sentralisasi, dimana penguasa tertinggi cukup di pusat. Pemerintahan pusat mempunyai otoritas yang penuh terhadap seluruh wilayah negara, baik dalam masalah-masalah yang kecil maupun yang besar. Negara Islam juga tidak akan sekali-kali mentolelir terjadinya pemisahan salah satu wilayahnya, sehingga wilayah-wilayah tersebut tidak akan lepas begitu saja. Negaralah yang akan mengangkat para panglima, wali dan amil, para pejabat dan penanggung jawab dalam urusan harta dan ekonomi. Negara juga yang akan mengangkat para qadli di setiap wilayahnya. Negara juga yang mengangkat orang yang bertugas menjadi pejabat (hakim). Disamping negara yang akan mengurusi secara langsung seluruh urusan yang berhubungan dengan pemerintahan di seluruh negeri.

Pendek kata, sistem pemerintahan di dalam Islam adalah sistem khilafah. Dan ijma' sahabat telah sepakat terhadap kesatuan khilafah dan kesatuan negara serta ketidakbolehan berbai'at selain kepada satu khalifah. Sistem ini telah disepakati oleh para imam mujtahid serta jumhur fuqaha'. Yaitu apabila ada seorang khalifah dibai'at, padahal sudah ada khalifah yang lain atau sudah ada bai'at kepada seorang khalifah, maka khalifah yang kedua harus diperangi, sehingga khalifah yang pertama terbai'at. Sebab secara syar'i, bai'at telah ditetapkan untuk orang yang pertama kali dibai'at dengan bai'at yang sah.


You Are Not Alone

Adalah bukan hal yang menyenangkan ketika harus hidup berpisah jauh dari keluarga. Kuliah seringkali menjadi salah satu penyebabnya. Senang, alhamdulillah, dreams come true nih. Sedih, duh, harus berpisah dengan orang-orang yang disayangi. Penuh harapan, semoga, ini adalah pilihan yang terbaik. Agak cemas juga, di tempat yang baru nanti bisa senyaman dengan yang sekarang tidak ya?

Laa takhof wa laa tahzan, jangan takut dan jangan bersedih hati. Di sinilah indahnya Islam. Dalam QS Al Hujuraat ayat 10, Allah berfirman, Innamal mukminunal ikhwah, sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Artinya, di manapun kita berada, walaupun jauh dari sanak keluarga, namun, ketika kita bersama dengan orang-orang yang beriman, pada hakikatnya kita tengah berkumpul dengan saudara kita pula.

Don’t worry, be happy. Berada di tempat yang baru, bertemu dengan orang-orang baru, dengan lingkungan dan kebiasaan yang baru, memang bisa menimbulkan stres kalau tidak siap. Namun, berada di tempat yang baru, adalah juga berarti kesempatan untuk mendapat teman baru, bertambah sahabat dan memperbanyak saudara.

Imam Ghazali mengatakan bahwa persaudaraan antara orang beriman semata-mata karena iman adalah persaudaraan yang kukuh. Maka berbahagialah mereka yang menjalin persaudaraan karena ikatan iman, dengan orang-orang shaleh di sekitarnya, di rumah, kontrakan, kos, kampus, fakultas, organisasi, paguyuban, di mana saja. Apalagi di lembaga dakwah kampus, tempat berkumpulnya orang-orang shaleh yang satu fikrah, satu visi dan misi, satu tujuan, yang saling beramal jama’i dalam dakwah.

Persaudaraan di antara dua orang, kata Imam Ghazali, akan sempurna hanya apabila keduanya berteman untuk satu tujuan, sehingga mereka seperti satu jiwa. Hal ini akan mengharuskan mereka berdua untuk saling berpartisipasi dalam keadaan senang dan susah. Sebesar persaudaraan ini, sebesar pula seseorang akan merasakan nikmatnya dakwah menuju Allah dan nikmat bergabung dalam barisan Islam.

Nikmat saling menolong, saling memberi, saling berkunjung, akan mendatangkan nikmat yang lain pula, yaitu cinta Allah, sebagaimana sabda Rasulullah saw, ”Sesungguhnya Allah swt berfirman, ’Berhak atas cinta-Ku, (yaitu) orang-orang yang saling mengunjungi karena-Ku. Berhak atas cinta-Ku, (yaitu) orang-orang yang saling mencintai karena-Ku. Berhak atas cinta-Ku, (yaitu) orang-orang yang saling memberi karena-Ku. Dan berhak atas cinta-Ku, (yaitu) orang-orang yang saling menolong karena-Ku.” (HR. Ahmad dan Al Hakim)

So, let’s get it on. Ke manapun pergi, di manapun berada, yakinlah, you are not alone. Selama kita taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan senantiasa menjalin ukhuwah dengan orang-orang shaleh, maka di situ kita akan mendapatkan keluarga dalam ikatan persaudaraan yang kukuh, teman yang sebaik-baiknya.

”Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An Nisaa’: 69). []

Wallahu’alam bish showab



Maraji': Tazkiyatun Nafs, Al Ghazali

Manfaat yang Diperoleh Dari Al Quran dan Hadits Tentang Amanah

Syariat Islam memberikan perhatian yang besar terhadap masalah amanah, mengangkat persoalan orang-orang yang menghiasi akhlaqnya dengan sifat amanah, di dunia dan akhirat.

Nash-Nash Al Qur'an Tentang Persoalan Amanah

1. "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya." (An Nisa : 58).

2. "Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah, Rabb-Nya." (Al Baqarah : 283).

3. "Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; semuanya enggan untuk memikul amanat dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, lalu dipikullah manah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh." (Al Ahzab : 72)

4. "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." (Al Anfal : 27).

5. "Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya." (Al Mukminuun : 8).


Nash-Nash Hadits Tentang Persoalan Amanah

1. Dari Abu Musa r.a dari Nabi Shallalahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda : Bendahara muslim yang memiliki sifat amanah membayarkan dengan senang hati sejumlah harta yang telah diperintahkan (tuannya) kepada orang yang telah ditentukan, (perbuatannya itu sama pahalanya dengan) orang yang memberi shadaqah."

2. Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Shallalhu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: "Tunaikanlah amanat kepada orang yang mempercayakan kepadamu dan janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

3. Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Shalllahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tanda orang munafiq itu ada tiga, yaitu: apabila berbicara berdusta, apabila berjanji menyalahi, dan apabila dipercaya, berkhianat." Dalam riwayat lain, "Sekalipun ia melakukan shaum, shalat dan mengaku sebagai seorang muslim."

4. Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam, bersabda, "Orang yang dimintai pendapat adalah orang yang memperoleh amanat." (HR.Tirmidzi).

5. Dari Jabur bin Abdillah r.a, dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: "Apabila seseorang menceritakan suatu cerita, kemudian menengok (ke kanan dan ke kiri), perkataan itu adalah amanat." (HR. Tirmidzi).


Manfaaat yang Diperoleh dari Nash-Nash tentang Amanah

Nash-nash yang berkenaan dengan persoalan amanah, mengandung kesimpulan antara lain :

1. Amanat adalah sesuatu yang tersembunyi dan tidak diketahui oleh orang. Sesuatu yang paling patut untuk dipelihara adalah sesuatu yang paling tersembunyi.

2. Amanat ada dua macam : Pertama, hak-hak Allah atas hamba-Nya dan hak-hak tersebut tidak diketahui oleh mereka. Kedua, hak di antara sesama hamba, yang dipercayakan kepada mereka tanpa diketahui secara jelas.

3. Amanat diambil dari kata Alamnu (aman) karena amanat aman dari penolakan hak.

4. Amanat mencakup seluruh aspek Din; ibadah dan muamalah.

5. Faktor penyerahan amanat adalah kepercayaan seseorang diberi amanat, karena ia dipercaya oleh pemberi amanat. Karenanya, ia tidak boleh mengkhianati pemberi amanat.

6. Penerima amanat wajib menunaikan amanat; JIka tidak, pada hari kiamat ia akan disiksa karenanya.

7. Orang yang memiliki potensi dan sifat amanah paling berhak untuk dikontrak.

8. Yang dimaksud dengan potensi adalah kemampuan dalam bekerja. Kemampuan tersebut berbeda-beda sesuai dengan jenis pekerjaannya.

9. Suatu pekerjaan akan cacat jika pelakunya tidak memiliki kemampuan dan sifat amanah, atau tidak memiliki salah satunya.

10. Menjaga amanat dan janji merupakan sifat utama orang-orang mukmin. Dengan kedua sifat ini, mereka memperoleh keberuntungan.

11. Orang yang diutus oleh penguasa Muslim kepada orang-orang non muslim untuk melaksanakan suatu tugas, kemudian ketika mereka meminta nasihat kepadanya tentang hal yang harus merepa perbuat, dia memberi nasihat yang menyalahi tugasnya, maka ia telah mengkhianati amanat.

12. Amanah itu merupakan sifat seluruh nabi dan rasul, mereka adalah suri teladan umat dalam kebaikan.

13. Orang yang prestasinya tidak diketahui oleh orang lain, ia boleh memuji dirinya dengan menyebutkan kelebihan yang dimiliki dan boleh meminta pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.

14. Bendahara yang terpercaya (memiliki sifat amanah) memperoleh pahala seperti pahala orang yang bershadaqah.

15. Keutamaan bagi akuntan yang dapat memelihara amanat, termasuk juga pekerja dalam instansi pemerintah maupun perusahaan-perusahaan; dan direktur jawatan pemerintah.

16. Amanat itu selamanya tidak boleh dikhianati, dalam hal ini tidak ada pengecualian "Janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu."

17. Amanat itu termasuk tanda iman, dan khianat termasuk tanda munafiq.

18. Amanat dan rahim berdiri bersebelahan di kedua sisi shirath untuk menuntut hak keduanya.

19. Tidak ada iman bagi orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.

20. Sifat amanah banyak dimiliki oleh generasi pertama (kelompok sahabat dan tabiin), dan sedang generasi akhir jarang yang memilikinya.

21. Abu Ubaidah Ibnul Jarrah memiliki keistimewaan dibandingkan sahabat yang lain, karena sifat amanahnya.

22. Menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya termasuk menyia-nyiakan amanat. Hal demikian dapat terjadi manakala kejahilan sudah merajalela dan ilmu syar'i dicabut; Inilah salah satu tanda-tanda akan datangnya hari kiamat.

23. Bila seseorang dimintai pendapat berarti dia dipercaya, karena itu dia tidak boleh mengkianati orang yang meminta pendapatnya dengan cara menyembunyikan kemaslahatannya. Demikian pulan, seseorang tidak boleh meminta nasihat kepada orang yang tidak amanah, seperti orang kafir dan orang durhaka, yaitu dengan menjadikan mereka sebagai penasehat.





Sumber : Kitab "Amanah dalam Manajemen", Mahdi bin Ibrahim bin Muhammad Mubjir

Agustus 05, 2007

Efisiensi Waktu Konsep Islam

"Demi masa, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi kecuali orang-orang yang beriman, beramal shaleh, saling wasiat-mewasiati dengan kebenaran dan saling wasiat-mewasiati dengan kesabaran." (Al Ashr ayat 1-3)

Macam-macam kekosongan :

1. Kekosongan akal, cara mengatasinya adalah dengan banyak membaca buku dan menulis.
2. Kekosongan hati, cara mengatasinya dengan meningkatkan iman dan menjauhi penyakit hati.
3. Kekosongan jiwa, cara mengatasinya dengan menyibukkan diri dengan kebaikan apa saja.

Cara mengefisiensikan waktu :

1. Harakah terarah/ Da�wah di mana saja

2. Bergaul dengan masyarakat baik lingkungan baik dan buruk

3. Suka membantu kaum muslimin

4. - Bergerak dengan berjamaah
- Laksanakan yg sunnah
- Memakmurkan masjid
- Tilawah Qur�an (baca, hafal & tafsir)
- Jihad (da�wah)

5. Membaca
a. Pentingnya membaca :
- Berilmu sebelum beramal (QS.Muhammad:19)
- Mengetahui dasar-dasar kaidah da�wah
- Kerangka berfikir (pegangan)
- Menguatkan kepribadian
- Mampu menganalisa, berpendapat & mengkritik dengan benar

b. Petuah para ulama & semangat membaca mereka :
- Al Anbari, beliau membaca satu pekan sebanyak 10 ribu lembar hingga jatuh sakit karena banyak membaca
- Az Zubairi, beliau tetap semangat membaca meski kitab telah di kencingi tikus
Imam Abu Dawud,beliau selalu membawa buku saku kemana pun beliau pergi

c. Cara menumbuhkan minat baca :
- Konsentrasi
- Amalkan apa yg telah di baca
- Kenali semangat para ulama
- Carilah waktu yang tepat
- Bacalah materi yang di sukai (bertahap)
- Anekaragamkan bacaan
- Berdoa

6. Berdiskusi & bertamasya (Rihlah)

7. Olahraga (contoh, satu minggu sekali karate)

Metode orang-orang shaleh dalam memanfaatkan waktu :
- Umar bin Khattab dengan wudhu, shalat dan Qur�an.

- Ibnul Jauzi, meski beliau mengobrol, namun tangannya sambil menjilid, meraut, dll yang tidak membutuhkan konsentrasi sehingga waktu tidak terbuang.

- Abu Ali bin Bazzar, dengan shalat sunnah, membaca dan menulis. []


Rangkuman Kitab �Efisiensi Waktu Konsep Islam�

Manajemen Prioritas dalam Dakwah Kampus

Dakwah kampus adalah arena yang penuh dengan aktivitas yang dinamis, ditengah-tengah miniatur masyarakat kecil, yaitu masyarakat kampus. Akan ada banyak opsi-opsi yang harus dipilih oleh dakwah kampus dalam menjalankan roda dakwahnya. Oleh karena itu, penting kiranya kita mengkaji mengenai manajemen prioritas.

Kajian mengenai Manajemen Prioritas dalam Dakwah Kampus harus didahului dengan kajian mendalam mengenai Fiqh Prioritas. Jadi, saya menyarankan sebelum membaca tulisan ini, sebaiknya baca dahulu buku Fiqh Prioritas (Fiqh Aulawiyat) yang pernah disusun oleh DR. Yusuf Qardhawi.

Mengenai manajamen prioritas dalam dakwah, ada beberapa hal yang menjadi ruang lingkupnya, agar jelas sudut pandang kita dan tidak terlalu melebar pembahasannya. Berikut ini adalah ruang lingkupnya.

Aulawiyat (prioritas) yang kita pahami dalam konteks da�wah, bukan memilih antara iman dan kufur, al-haq dengan yang al-bathil, antara halal dengan yang haram, antara yang lurus dengan yang menyimpang, atau antara berda�wah dengan tidak berda�wah. Karena dalam hal ini, sudah jelas bahwa keimanan adalah keharusan, sedangkan kekufuran harus ditolak, sebagaimana pernyataan Laa ilaaha illallah yang menolak semua tuhan-tuhan itu, kecuali Allah SWT. Begitu pula antara al-haq dengan al-bathil, al-haq adalah barisan yang harus kita ikuti, sedangkan al-bathil harus ditinggalkan. Dan seterusnya.

Aulawiyat di sini adalah dalam hal memilih satu atau sebagian dari sejumlah perkara yang halal. Lalu dari perkara-perkara halal tersebut, kita memilih mana yang afdhal dari yang mafdhul, mana yang �ashlah� dari yang sholih.

Dan yang perlu dipahami lagi, memilih sesuatu yang diprioritaskan bukan berarti meninggalkan atau membatalkan suatu pekerjaan yang baik demi untuk mengerjakan pekerjaan baik yang lain. Maksudnya adalah mendahulukan mana yang lebih tepat didahulukan, memberinya lebih banyak alokasi dan dukungan waktu, tenaga serta sarana lainnya yang diperlukan. Inilah ruang lingkup kita sebagai batasan kajian Manajemen Prioritas kita.

Aulawiyat merupakan salah satu prinsip fithrah. Dalam Al Qur'an banyak sekali prinsip-prinsip aulawiyat ini, dimana Allah mendahulukan sesuatu dari sesuatu yang lain. Contohnya adalah firman Allah berikut ini:

�Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.� (QS. Al Kahfi: 46)

Ayat di atas menyiratkan bahwa amalan-amalan shaleh adalah lebih baik untuk diprioritaskan ketimbang perhiasan dunia yang disebutkan sebelumnya. Lalu kita lihat contoh ayat berikut ini:

"...Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah)." (QS. Al Ahzab: 6)

Ayat di atas berkaitan dengan hukum waris, dimana orang-orang yang mempunyai hubungan darah adalah orang yang lebih berhak didahulukan dalam hal waris mewarisi.

Rasulullah SAW juga pernah bersabda, berkaitan dengan prioritas dalam hal ibadah:

"Amal yang afdhal adalah yang lebih kontinyu. Dan shodaqoh yang afdhal dikeluarkan saat sedang membutuhkan dan terasa besar pengorbanannya." (Hadits)


Prinsip Prioritas dalam Manajemen Dakwah Kampus

Dalam mengatur jalannya roda dakwah kampus, diperlukan manajemen. Dan dalam manajemen digunakan beberapa prinsip, salah satunya prinsip prioritas untuk memilih beberapa pilihan-pilihan yang berkaitan dengan strategi dakwah kampus secara umum

Di antara pilihan-pilihan itu, lihatlah mana yang lebih kuat korelasinya dengan mempertahankan prinsip dan pilihan mana yang lebih merefleksikan prioritas syar�iyah. Lalu kita juga musti lihat, di antara pilihan-pilihan itu mana yang mempunyai perspektif idiologis, mana yang hanya politis, mana yang teknis, dan mana yang pragmatis. Dalam hal mencapai tujuan dakwah kampus, kita juga harus lihat jangkauan manfaat yang mungkin dicapai dari pilihan-pilihan itu, mana yang lebih luas manfaatnya. Lalu lihat juga mana yang lebih didukung oleh ketersediaan informasi sehingga kita bisa �well informed� dan �sound-perception� (tassawur yang tepat). Perlu juga dipertimbangkan mana yang lebih didukung dengan kemampuan atau kafaah untuk komitmen dan konsisten dalam opsi yang dipilih. Dan yang paling penting, pilihan mana yang lebih sesuai dengan tabiat marhalah perjuangan dan kerja da�wah.

Sebagai gambaran, dalam dakwah kampus ada tiga arena yang dilakoni oleh struktur dakwah kampus, yaitu arena da'awi, arena siyasi, dan akademik/profesi. Ketiga arena tersebut merupakan peran dan fungsi mahasiswa. Kalau dilihat dari sudut pandang individu, seorang aktivis dakwah kampus harus tawazun antara peran da'awi, peran siyasi, dan peran akademik tersebut. Artinya, seorang aktivis dakwah kampus, sejatinya harus memiliki kemampuan dakwah dan tarbiyah, kemampuan mengusung perubahan di tengah-tengah masyarakat (khususnya masyarakat kampus), tanpa mengurangi prestasi akademik. Bahkan kalau perlu justru meningkatkan prestasi akademik, karena sejatinya dakwah itu adalah teladan.

Tapi secara kelembagaan, sebuah struktur dakwah kampus ada tahapan yang harus dilalui dalam menyeimbangkan ketiga hal tersebut.

Tahapan pertama yang harus dilalui adalah penetrasi dalam peran da'awi, artinya kaderisasi dan pembinaan sangat ditekankan pada sebuah struktur dakwah kampus yang baru berdiri. Rekrutmen-rekrutmen lebih banyak dilakukan dengan dakwah fardhiyah. Pada tahap ini, dakwah kampus juga harus berupaya memunculkan simpatisan yang loyal terhadap personil aktivitas dakwah kampus. Fungsi mahasiswa yang lebih diutamakan adalah fungsi da'awi, artinya mencetak kader-kader robbani yang muntijah sangat prioritaskan di tahap ini. Sedangkan aktivitas dakwah yang lebih diutamakan adalah aktivitas pelayanan dan aktivitas da'awi.

Jika sudah matang, maka dakwah kampus baru bisa beranjak kepada tahap selanjutnya. Untuk membahas mengenai hal ini, perlu kajian tersendiri. Pada intinya, ada tahapan yang harus ditempuh untuk menuju dakwah kampus yang matang. Dan itu tidak terlepas dari prinsip manajemen prioritas. Tahapan-tahapan tersebut harus dipegang teguh oleh aktivis dakwah kampus dan lembaganya dalam menjalankan roda dakwah di kampus.


Prinsip Prioritas dalam Aktivitas Sehari-hari di Dakwah Kampus

Dalam aktivitas sehari-hari di kampus, akan ada banyak alternatif yang terpampang di depan mata kita, yang harus dipilih dan diutamakan salah satu diantaranya.

Sebagai gambaran, misalnya dalam hal pengelolaan isu-isu, baik itu isu di kampus maupun eksternal kampus. Dakwah kampus harus mampu memilih isu mana yang harus diprioritaskan. Selain itu dalam hal program kerja, biasanya ada program kerja yang harus didahulukan dari program kerja lainnya. Hal ini berkaitan dengan pengendalian dan pengotrolan program kerja. Dalam menetapkan program kerja juga harus dipikirkan mengenai porsi-porsinya, porsi mana yang harus diperbesar antara tabligh, ta'lim ataukah takwin/tarbiyah.


Kendala-kendala

Penerapan prinsip aulawiyat bukan tanpa kendala. Ada beberapa kendala yang menyebabkan manajemen prioritas ini menjadi kacau balau. Kendala-kendala tersebut antara lain adanya penyakit diri, misalnya hawa nafsu yang diperturutkan, adanya urusan duniawi yang mendominasi, atau tidak mau mengeluarkan biaya. Kondisi kultural setempat kadangkala juga mempengaruhi hal ini. Selain itu juga disebabkan adanya konspirasi eskternal yang menginginkan agar cahaya dakwah ini padam.

Demikianlah kajian singkat mengenai manajemen prioritas dalam dakwah kampus. Semoga dapat memberikan pencerahan agar dakwah kampus dapat berjalan dengan baik.[]

Public Relation untuk Lembaga Dakwah Kampus

Tulisan ini adalah kajian singkat seputar Public Relation. Tulisan ini hendak menfokuskan diri kepada public relation bagi sebuah Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Tapi tidak tertutup kemungkinan untuk bisa diterapkan di bentuk lembaga lainnya. Karena pada dasarnya public relation adalah kebutuhan umum bagi sebuah organisasi. Bahkan sebuah negara pun membutuhkan fungsi Public Relation ini di dalam struktur kenegaraannya, untuk berkomunikasi dengan warganya sendiri dan entitas lain di luar negeri.

Public Relation (PR) atau kadang disebut dengan istilah Hubungan Masyarakat (humas) memiliki posisi yang sangat penting dalam sebuah organisasi, terutama bila organisasi tersebut sering berinteraksi dengan masyarakat luas. PR sangat menentukan perwajahan organisasi tersebut di mata masyarakat luas. Hal tersebut disebabkan karena PR-lah yang merupakan salah satu front liner penting dalam berkomunikasi dengan masyarakat. PR menentukan kesan positif sebuah organisasi di mata masyarakat. Dan hubungan dengan masyarakat akan menentukan bagaimana organisasi tersebut bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat. Dengan kata lain, PR juga berperan dalam membangun hubungan, khususnya hubungan komunikasi, antara organisasi dengan masyarakat luas. Untuk itu, di dalam sebuah PR sangat penting untuk bisa mengelola manajemen komunikasi.

Bila sebuah organisasi tidak memiliki PR, sebenarnya bukan tidak mungkin organisasi tersebut bisa menjalin hubungan komunikasi dengan masyarakat. Namun tanpa keberadaan PR, biasanya fungsi-fungsi hubungan masyarakat akan tidak terurus dengan baik, karena agenda-agenda organisasi begitu banyak. Akhirnya hal tersebut kadang kala menyebabkan terjadinya hubungan komunikasi yang kurang baik, bahkan bisa menyebabkan miscommunication dengan masyarakat. Oleh karena itulah keberadaan PR sangat dibutuhkan dalam hal spesialisasi mengurus hubungan dengan masyarakat luas.

Selain itu, kebutuhan akan keberadaan PR menjadi sangat penting di era informasi ini. Di zaman sekarang, masyarakat luas sudah sangat mudah dalam mengakses informasi, baik itu dari televisi, koran, majalah, internet, radio, dan sebagainya. Namun informasi-informasi yang mereka dapatkan, tidak selalu merupakan informasi yang benar. Adakalanya masyarakat akan mendapatkan informasi yang keliru. Kalau dikaitkan dengan sebuah organisasi, maka informasi yang keliru itu bisa ditimbulkan karena organisasi tersebut tidak memiliki fungsi PR di dalamnya. Informasi yang keliru tersebut bisa timbul dari opini masyarakat ataupun dari pemberitaan media massa. Di sinilah sebuah organisasi sangat membutuhkan PR untuk mengcounter informasi-informasi keliru yang barangkali perlu diluruskan. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah, bahwa bentuk informasi yang diterima masyarakat itu akan membentuk penyikapan masyarakat kepada organisasi kita. Bila informasi yang mereka terima adalah informasi yang keliru, maka mereka akan menyikapi organisasi kita dengan sikap yang tidak kita inginkan.

Bagi sebuah Lembaga Dakwah Kampus (LDK), niscaya akan sangat membutuhkan fungsi PR ini di dalam tubuh organisasinya. Terutama bila sebuah LDK sudah memasuki fase/tahapan dimana LDK tersebut sudah mulai merambah untuk lebih intens berkomunikasi dengan masyarakat, khususnya masyarakat kampus. Ruang lingkup aktivitas LDK juga menuntut keberadaan PR, misalnya pada ruang lingkup amal da'awi (pembinaan dan syi'ar), amal khidami (pelayanan), amal ilamy (penerbitan), amal siyasi (perpolitikan), dan seterusnya. Tanpa keberadaan LDK, aktivitas LDK bisa jadi tidak banyak yang mengetahuinya. Jika demikian, maka tidak heran ada beberapa LDK yang dicap sebagai organisasi eksklusif.

Apalagi, sebuah LDK itu mengusung kata-kata "dakwah" di dalamnya. Dakwah itu pada dasarnya menyeru, menyampaikan. Maka komunikasi merupakan kebutuhan yang sangat urgen. Di dalam Al Qur'an sendiri banyak sekali ayat-ayat yang diawali dengan kata-kata: "Sampaikanlah...", atau dengan "Katakanlah...". Dengan demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa LDK membutuhkan PR yang professional dalam berkomunikasi.

Dan masih banyak lagi manfaat yang bisa didapatkan dari fungsi PR ini. Saking pentingnya PR, sudah banyak perusahaan bisnis yang membuat sistem informasi untuk mengelola kehumasan dengan para customernya. Sistem informasi yang berkaitan dengan ini biasanya disebut dengan CRM (Customer Relationship Management). Dan Untuk sebuah organisasi non-profit, kehumasan bisa juga dimanfaatkan untuk fund-raising, menjalin kerjasama, rekrutmen, dan sebagainya.

Lalu seperti apakah bentuk PR bagi sebuah LDK? Tulisan ini hendak memberikan gambaran sederhana tentang apa dan bagaimana PR untuk sebuah LDK. Untuk itu, mari kita telaah dahulu apa saja yang sebenarnya perlu disampaikan dari LDK kita kepada masyarakat luas, khususnya masyarakat kampus kita sendiri.


ENTITAS YANG PERLU DISAMPAIKAN

Beberapa entitas yang perlu disampaikan kepada masyarakat luas itu antara lain adalah:

1. Sikap resmi

Dalam menyikapi beberapa peristiwa, baik itu di dalam kampus maupun di luar kampus, LDK pasti punya sikap resmi. Agar sikap tersebut diketahui secara luas, maka perlu disampaikan kepada masyarakat. Misalnya, bagaimana sikap LDK terhadap kenaikan biaya SPP, terhadap penjajah sebuah negara terhadap negara lainnya, terhadap korupsi, dan sebagainya.

2. Informasi/undangan agenda kegiatan

Pada umumnya, LDK mempunyai kegiatan yang ditujukan untuk umum, misalnya tabligh akbar, pesantren kilat, seminar, training, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan seperti itu perlu disampaikan kepada masyarakat, terutama kepada mereka yang menjadi sasaran peserta. Juga untuk menunjukkan eksistensi LDK, bahwa LDK sangat aktif berperan di masyarakat.

3. Wacana pemikiran

Ini adalah salah satu pekerjaan inti dari sebuah LDK, yaitu menyebarkan wacana pemikiran, tentunya pemikiran fikrah Islamiyah. Dan ini sangat perlu untuk disampaikan kepada masyarakat.

4. Berita

Berita-berita dari internal LDK juga perlu disampaikan kepada masyarakat. Misalnya, LDK baru saja mengadakan bakti sosial di daerah tertentu, atau LDK baru saja mengadakan training dengan harapan tertentu, ucapan terima kasih, dan sebagainya.

5. Dan lain-lain

Masih banyak lagi entitas dari sebuah LDK yang bisa disampaikan kepada masyarakat. Misalnya himbauan untuk menghormati yang puasa ketika bulan Ramadhan, seruan membantu korban bencana, ajakan kepada UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) lainnya untuk turut mengikuti kegiatan LDK, dan sebagainya.

Entitas yang disampaikan dari LDK, bisa berupa:
- Teks/naskah
- Foto/Grafik/dll
- Audio/visual
- Media online (situs web)
- Dll


SARANA DAN CARA PENYAMPAIAN

Lalu dalam menjalin komunikasi dengan masyarakat luas, tentu membutuhkan sarana dan cara penyampaian. Setiap sarana dan cara penyampaian, harus disesuaikan dengan siapa yang dituju, dan apa isi yang akan disampaikan. Berikut ini adalah beberapa sarana dan cara penyampaian dalam hal kehumasan:

1. Konferensi Pers

Konferensi pers adalah suatu bentuk acara formal yang mengundang wartawan maupun pihak-pihak lain. Biasanya untuk menyampaikan sikap atau pernyataan resmi yang sangat penting untuk diketahui oleh umum. Untuk mengadakan Konferensi pers, LDK harus mengundang wartawan atau media secara resmi, bisa melalui surat, email, telp, maupun fax. Setelah penyampaian sikap, biasanya ada sesi tanya jawab atau wawancara.

2. Press Release

Press Release merupakan sebuah pernyataan resmi, umumnya dalam bentuk surat pernyataan. Press release ini dikirim kepada redaksi-redaksi media, bisa melalui fax, email, surat, dan sebagainya. Press release juga bisa sebagai alternatif bisa sulit mengadakan konferensi pers. Press release juga bisa disampaikan misalnya ketika LDK mengadakan aksi demonstrasi, aksi sosial, dan sebagainya, langsung dibagikan kepada masyarakat melalui lembaran-lembaran, dan sebagainya.

3. Siaran TV/Radio

Bila LDK mempunyai hubungan yang baik dengan stasiun TV atau radio, LDK bisa saja memanfaatkannya untuk menyampaikan segala sikapnya. LDK juga bisa memanfaatkan acara-acara di TV/Radio yang dikhususkan untuk kekampusan, misalnya acara Metro Kampus di MetroTV, dan sebagainya.

4. Surat Undangan

Misalnya untuk mengundang UKM-UKM lain untuk turut serta dalam kegiatan LDK yang terbuka. Atau mengundang buka puasa bersama, undangan seminar, mengundang mengirimkan perwakilan dalam pesantren kilat, dan sebagainya. Surat undangan ini kadangkala sering dilupakan oleh LDK. Padahal dengan sebuah surat undangan yang rapi dan formal, yang diundang akan merasa dihormati. Bentuk undangan juga menentukan penampilan LDK di mata lembaga lainnya.

5. Advertising

Misalnya bila di kampus ada media penerbitan/jurnalistik, bisa saja LDK memasang iklan di media tersebut, dengan catatan biayanya terjangkau oleh LDK. Iklan bisa berupa iklan layanan masyarakat, iklan kegiatan, iklan tentang media yang dimiliki LDK, iklan tentang bisnis yang dimiliki oleh LDK, dan sebagainya.

6. Kolom Surat Pembaca di Koran/Majalah

7. Selebaran/Brosur/Pamflet/Spanduk/Stiker/Baliho/dll

8. Buletin/Majalah/Koran

9. Situs web

10. Wawancara

11. Proposal Kerjasama.

12. Lobby-lobby

12. Dan lain-lain


SASARAN

Pihak-pihak yang menjadi sasaran untuk dijalin hubungan dengan (kehumasan) LDK, tentu sangat banyak sekali. PR harus bisa mendata mereka (entitas luar), terutama mereka yang sangat berkepentingan dengan LDK. Entitas luar bisa berupa personal (individu), organisasi (kelembagaan), ataupun masyarakat secara umum. Berikut ini beberapa klasifikasi entitias luar yang harus menjadi perhatian bagi PR LDK, yaitu:

1. Masyarakat secara luas (baik masyarakat kampus maupun luar kampus).

2. Tokoh-tokoh masyarakat (baik yang di kampus maupun di luar kampus).

3. UKM-UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) lainnya.

4. Ormawa (BEM, Kepresidenan Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa, dan yang sejenisnya).

5. Lembaga penyelenggara pendidikan (Yayasan, Rektorat, Fakultas, Jurusan, dan sebagainya).

6. Lembaga-lembaga mahasiswa ekstra/antar kampus.

7. Media pers (baik yang internal kampus maupun pers lokal/nasional/internasional), yang cetak, radio, televisi, internet.

8. Lembaga pemerintahan (Kepresidenan, MPR, DPR, dan sebagainya).

9. LDK-LDK lainnya yang ada di universitas lain.

9. LSM-LSM / NGO, Partai Politik, atapun ormas-ormas.

10. Lembaga professi.

11. Lembaga penelitian.

12. Dan sebagainya (masih banyak sekali).

Kita sudah melihat bahwa entitas luar itu sangat banyak. Maka, sebuah PR harus bisa membuat databasenya, skala prioritas sesuai dengan momen/kejadian, database kontak person, pengetahuan terhadap karakteristik setiap entitas, dan sebagainya. PR juga harus mengetahui protokoler resmi, terutama bila berhadapan dengan lembaga resmi seperti lembaga pemerintahan. Isu-isu sosial serta etika umum di masyarakat juga harus menjadi perhatian bagi PR.

Dan ada satu hal lagi yang harus menjadi perhatian. PR juga harus menyediakan 'channel' untuk menerima feedback dari dunia luar. Hal ini untuk membentuk komunikasi dua arah antara organisasi dengan dunia luar. Channel yang dimaksud bisa berupa alamat sekretariat (alamat surat), nomor telepon, HP, fax, email, situs web yang interaktif, dan sebagainya. Mengenai channel mana yang dipilih untuk digunakan oleh LDK, itu tergantung kebutuhan dan kemampuan LDK. Pada umumnya, alamat surat dan telepon merupakan standar yang harus sudah ada. Dan jangan lupa, 'channel' tersebut harus dicantumkan di setiap sarana-sarana kehumasan. Misalnya, ketika membuat press release, jangan lupa cantumkan nomor telepon yang bisa dihubungi. Dan seterusnya.

Demikianlah uraian singkat mengenai PR bagi sebuah LDK. Sebenarnya, tentang kehumasan ini ada ilmunya tersendiri. Untuk itu, tidak ada salahnya jika LDK mengadakan pelatihan khusus tentang kehumasan/PR bagi anggota-anggotanya. Tapi mudah-mudahan, artikel singkat ini bisa memberikan inspirasi kepada LDK agar bisa mengatur (manajemen) dan intens dalam menjalin hubungan komunikasi dengan berbagai pihak di luar sana

Landasan Berdemo Mahasiswa

Demonstrasi dalam wujud aksi massa yang turun ke jalan dengan membawa poster serta meneriakkan yel-yel tentu bukan bagian dari sebuah ritual keagamaan. Masalah seperti itu lebih dekat dimasukkan sebagai bagian dari dinamika sosial politik yang kaitannya lebih erat dengan 'urf dan kondisi sosial budaya yang ada di suatu tempat. Karena bentuk-bentuk aksi massa seperti itu hanyalah bentuk teknis dari sebuah perkara dalam syariah yang intinya memberikan pengawasan (muraqabah) kepada penguasa yang diberi amanat untuk menjalankan roda pemerintahan.

Sehingga menyoroti teknis dari bentuk demo massa sebagai sebuah bid'ah, tentu tidak pada tempatnya. Karena memang bentuk seperti itu tidak kita temukan contoh teknisnya di masa Rasulullah SAW maupun masa shahabat. Namun kalau kita bicarakan isi dan prinsipnya, maka sebenarnya esensinya tidak lain adalah pengawasan (muraqabah) dan amar ma'ruf nahi munkar.

Sekali lagi karena sesuatu yang bisa dibilang bid'ah adalah yang terkait dengan ritual ibadah seperti shalat, puasa, haji dan sejenisnya. Adapun masalah yang terkait dengan pola kehidupan yang umum serta detail dari teknisnya, semua bisa diserahkan kepada 'urf yang sejalan dan selaras dengan syariat Islam.

Esensi Demonstrasi adalah Pengawasan (Muraqabah/controlling)

1. Al-Qur'an Al-Karim secara tegas untuk melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar. Bahkan meninggalkan nahyi munkar akan menyebabkan turunnya laknat atas suatu ummat.

"Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan 'Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu." (QS. Al-Maidah : 78-79)

2. Bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kepada umat Islam untuk mengoreksi orang yang berlaku zalim dan menindas. Bahkan beliau mengisyaratkan untuk memanggilnya dengan sebutan "wahai zalim". Sabda Rasulullah SAW :
Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Bila kalian mendapati kondisi dimana ummatku takut untuk berkata kepada orang zalim, "Wahai zalim", maka kamu telah diucapkan selamat tinggal kepada mereka. (HR. Ahmad)

3. Hadits Rasulullah SAW :

Dari Abu Bakar bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya manusia bila melihat orang lain berbuat zalim tapi tidak mencegahnya, maka Allah akan meratakan siksa kepada mereka dari sisi-Nya." (HR. Abu Daud)

At-Tirmizy mengatakan bahwa hadits ini shahih.

4. Bila kita bicara di masa para shahabat, ada contoh yang sangat jelas tentang pentingnya pengawasan kepada pemimpin yang dilakukan oleh rakyat.

Ketika Umar bin Al-Khattab diangkat menjadi khalifah, beliau berpidato,"Bila kalian melihat kebengkokan pada diriku, maka luruskanlah". Salah seorang dari yang hadir lantas berkata, "Ya, bila aku mendapati kamu melakukannya, maka akan aku luruskan engkau dengan pedang ini".

Demonstrasi Yang Melanggar Syariat

Bila dalam praktek aksi massa itu terdapat hal-hal yang bertentangan dengan syariat, maka jelas bahwa hal itu terlarang. Diantara yang bisa dijadikan contoh adalah :


- Berdemo tapi tidak melakukan shalat wajib yang lima waktu.

- Demo dengan cara mogok makan atau hal lainnya yang bisa mencelakakan diri sendiri.

- Demo dengan cara berbuat keonaran, anarki, merusak fasilitas umum atau amuk massa.

- Demo yang mengganggu hak orang lain seperti memacetkan jalan utama atau mengambil dagangan orang lain tanpa bayar dst.

- Demo yang tujuannya menegakkan paham anti Islam seperti komunisme, ahteisme, liberalisme, sekulerisme dan lainnya.

- Campur baurnya laki-laki dan wanita tanpa batas sehingga menimbulkan ikhtilath jama'i. []



Sumber : Syariahonline.com

Mudzakirat Syaikhut Tarbiyah Rahmat Abdullah

“Jadilah kalian orang-orang yang …
atsbatuhum mauqiifan .. yang paling kokoh atau tsabat sikapnya
arhabuhum shadran .. yang paling lapang dadanya
a’maquhum fikran .. yang paling dalam pemikirannya
ausa’uhum nazharan .. yang paling luas cara pandangnya
ansyatuhum ‘amalan .. yang paling rajin amal-amalnya
aslabuhum tanzhiman .. yang paling solid penataan organisasinya
aktsaruhum naf’an .. yang paling banyak manfaatnya


1. Atsbatuhum mauqiifan (tsabat sikapnya)

Tsabat adalah nafas rijalul haq sepanjang zaman. Ia adalah nafas Al Khalil Ibrahim as yang selalu sehat berenergi bahkan ketika menghadapi gunungan kayu yang akan melahapnya, Bilal yang tegar ditindih batu, Sumayyah martir syahidah muslimah, dan sahabat yang lain.

”Orang-orang yang tsabat harus bersabar atas anggapan bahwa perjuangan mereka dibayar, cita-cita mereka disetir, dan tujuan mereka dunia, sehingga semua tak ada yang tabu. Sogok, suap, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan, fitnah, pemutarbalikan fitnah mereka halalkan, tak peduli bendera apapun yang mereka kibarkan : demokrasi, kekyaian ataupun HAM. .. Maka diperlukan ketsabatan untuk sampai pada saatnya masyarakat memahami kiprah da’i yang sesungguhnya, jauh dari prasangka mereka yang selama ini terbangun oleh kerusakan perilaku da’wah oleh sebagian kalangan.” (Untukmu Kader Dakwah, Rahmat Abdullah)

Tsabat artinya memiliki kekokohan sikap dan keteguhan prinsip, amanah, dan profesional dalam segala hal. Tidak menggadaikan prinsip dengan materi, tidak menukar keyakinan dengan jabatan. Bekerjalah dan berkaryalah dengan keyakinan sikap dan prinsip untuk membuktikan janji, meneguhkan komitmen untuk meraih taqwa.

Yakinlah dengan jaminan Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu."” (QS Fushshilat 41:30)

2. Arhabuhum shadran (lapang dadanya)

Sikap paling menonjol dari Nabi saw adalah lapang dada, selalu ridha, optimis, berpikir positif, tidak mempersulit diri dan orang lain, memudahkan, menggembirakan, menebar kebaikan dan senyuman. Teladanilah Rasulullah, untuk mendidik diri agar lebih rahmat, penuh kelembutan dan berlimpah kasih sayang terhadap siapa saja. Itulah keshalihan sosial yang kekuatannya luar biasa.

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka..” (QS Al Imran 3:159)

3. A’maquhum fikran (dalam pemikirannya)

4. Ausa’uhum nazharan (luas cara pandangnya)

Point ke tiga dan ke empat ini digabungkan dalam satu frase: spesialis dan berwawasan global. Dengan spesialisasi, diharapkan fokus pada keahlian atau keterampilan tertentu, sehingga memiliki daya saing yang tinggi. Dan dengan berwawasan global, diharapkan tidak berpikiran sempit dan ‘terkotak-kotak’ pada bidang tertentu, sehingga melupakan kepaduan pemahaman terhadap ilmu dan pengembangan dunia kontemporer. Hal ini dicontohkan oleh pribadi para ilmuwan Islam masa lalu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al Biruni, dan lain-lain. Mereka adalah spesialis pada bidang-bidang tertentu, tetapi memiliki wawasan global terhadap perkembangan dunia di masanya.

”Belajarlah menggabungkan antara pengetahuan yang komprehensif, bersifat lintas disiplin dan generalis dengan penguasaan yang tuntas terhadap satu bidang ilmu sebagai spesialisasinya. Dengan begitu, sebagai seorang dai, Anda senantiasa berbicara dengan isi yang luas dan dalam, integral dan tajam, berbobot dan terasa penuh.” (Menikmati Demokrasi, Anis Matta)

5. Ansyatuhum ‘amalan (rajin amal-amalnya)

“Sesungguhnya amal yang dicintai Allah adakah yang berkelanjutan, meski itu sedikit.”

Adalah bukan perkara mudah untuk istiqomah dalam amal ibadah, tapi mungkin dan bisa, asalkan kita membiasakan. At first we make habbit, at last habbit make you. Keseriusan, ketekunan dan kerja keras itulah yang mengantarkan seseorang pada derajat mulia, seperti ketekunan Bilal bin Rabbah yang menjaga dengan istiqomah kondisi suci dengan wudhu dan sholat 2 rakaat setelahnya yang berbuah surga.

6. Aslabuhum tanzhiman (solid penataan organisasinya)

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS Ash Shaff 61:4)

”Kita hidup dalam sebuah zaman yang oleh ahli-ahlinya dicirikan sebagai masyarakat jaringan, masyarakat organisasi. Semua aktivitas manusia dilakukan di dalam dan melalui organisasi; pemerintahan, politik, militer, bisnis, kegiatan sosial kemanusiaan, rumah tangga, hiburan, dan lain-lain. Itu merupakan kata kunci yang menjelaskan, mengapa masyarakat modern menjadi sangat efektif, efisien, dan produktif.

Masyarakat modern bekerja dengan kesadaran bahwa keterbatasan-keterbatasan yang ada pada setiap individu sesungguhnya dapat dihilangkan dengan mengisi keterbatasan mereka itu dengan kekuatan-kekuatan yang ada pada individu-individu yang lain.” (Dari Gerakan ke Negara, Anis Matta)

Bagaimanapun, kata Imam Ali bin Abi Thalib r.a “Kebenaran yang tak terorganisir akan terkalahkan oleh kebatilan yang terorganisir”. Musuh-musuh kita mengelola dan mengorganisasi pekerjaan-pekerjaan mereka dengan rapi, sementara kita bekerja sendiri-sendiri, tanpa organisasi, dan kalau ada, biasanya tanpa manajemen. Seorang penumpang bis kalah ’sukses’ dengan ‘jamaah’ penjambret.

Copet-copet bisa ’sukses’ karena organisasinya solid, jibakunya luar biasa. Jaringan narkoba ’sukses’ karena ketaatan dan kedisiplinan menjaga ’amanah’ jaringan mereka. Maka bila mereka bisa bersatu dalam dosa dan kejahatan, apatah lagi yang berjuang di jalan Allah, harus lebih rapi dan solid lagi dalam penaatan organisasi.

7. Aktsaruhum naf’an (banyak manfaatnya)

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”(HR. Tirmidzi)

Raihlah bahagia dengan berkiprah, ringan membantu sesama dan senang membahagiakan orang. Jadilah pribadi andal layaknya bibit yang baik. Bibit yang baik, kata Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam “Mudzakirat Da’wah wa Ad Da’iyah”, di manapun ia ditanam akan menumbuhkan pohon yang baik pula. Itulah sebaik-baik manusia, shalih linafsihi hingga naafi’un lighairihi.

”Perumpamaan mukmin itu seperti lebah. Ia hinggap di tempat yang baik dan memakan yang baik, tetapi tidak merusak.” (HR. Thabrany)
“Perumpamaan seorang mukmin adalah seperti sebatang pohon kurma. Apapun yang kamu ambil darinya akan memberikan manfaat kepadamu.” (HR. Ath-Thabrani)

Milikilah Allah dengan selalu dekat dengan-Nya. Milikilah Rasulullah dengan mantaati dan meneladaninya. Milikilah syafaat Al Qur’an dengan membaca(tilawah), merenungkan(tadabbur), menghafalkan(tahfidz), mengamalkan dan mendakwahkannya. Miliki dengan memberi.

Wallahu ‘alam bish showab




Sumber :
• Zero to Hero, Solihin Abu Izzudin.
• Dari Gerakan ke Negara, Anis Matta.

Definisi Dasar dan Tujuan Dakwah Kampus

Dakwah Kampus merupakan salah satu bagian dari dakwah secara umum. Dakwah kampus mengkhususnya dirinya untuk bergerak dalam sebuah miniatur masyarakat kecil yang bernama masyarakat kampus. Oleh karena itu dalam menjalankan roda dakwahnya, Dakwah Kampus memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan dakwah di wilayah lain. Dengan kata lain, pola Dakwah Kampus tentu akan berbeda dengan pola di Dakwah Remaja Masjid, atau pada Dakwah di Perkantoran, dan sebagainya. Oleh karena itu, sebelum kita lebih jauh membicarakan mengenai bagaimana rincian pola dan strategi dakwah kampus, maka perlu kita pahami dahulu apa definisi dasar dari Dakwah Kampus.

Dakwah Kampus adalah dakwah ammah harokatudz dzahiroh dalam lingkup perguruan tinggi. Dakwah yang sifatnya terbuka, berorientasi kepada rekrutmen dakwah di kalangan civitas akademika secara umum, dan aktivitasnya dapat dirasakan oleh civitas akademika. Civitas akademika yang dimaksud di sini adalah para mahasiswa dan dosen perguruan tinggi. Civitas akademika merupakan bagian dari masyarakat kampus yang hidup dengan peraturan, ada peraturan kampus (rektorat), peraturan ormawa, dan sebagainya. Sehingga untuk dapat mengejewantahkan dakwah ammah harokatudz dzahirah tersebut, maka prinsip 'legal', 'formal', dan 'wajar' dalam kacamata civitas akademika, menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh Dakwah Kampus. Salah satu derivasi dari hal ini, maka biasanya sebuah lembaga dakwah kampus perlu membuat AD/ART sebagai bagian dari bentuk legalisasi organisasi dakwah kampus di sebuah perguruan tinggi.

Untuk menjalankan roda Dakwah Kampus, maka dibutuhkan personil-personil, yaitu Aktivis Dakwah Kampus (ADK). ADK adalah kader dakwah dan tarbiyah yang memiliki peran dalam Dakwah Kampus. Peran yang dilakukan bisa berupa sebagai pengurus lembaga dakwah kampus, murobbi kampus, dan sebagainya. Peran ADK ini bisa dijalankan oleh kader dakwah yang bertitel mahasiswa, atau dosen, atau kader dakwah lainnya yang bersinggungan dengan Dakwah Kampus. Mereka harus dapat bergerak bersama-sama dalam koridor strategi dakwah kampus yang bersangkutan.

Sebagaimana telah diungkapkan di atas, dalam pergerakannya dakwah kampus memiliki medan tersendiri. Medan pergerakan dakwah kampus adalah area di mana dakwah kampus mengaktualisasikan diri. Medan Dakwah Kampus yaitu lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap dakwah kampus, meliputi manusia-manusianya (para civitas akademika, pejabat dan pegawai kampus, alumni), sarana-sarananya (lembaga kemahasiswaan, institusi perguruan tinggi, institusi pemerintah terkait, institusi kerjasama antar perguruan tinggi), dan aturan main yang berlaku (peraturan perundangan terkait, kurikulum dan sistem administrasi perguruan tingggi), serta sarana dan prasarana kampus.

Dan yang terakhir dalam kajian ini adalah tujuan Dakwah Kampus, terakhir dan sangat penting. Karena tujuan dakwah kampus harus selalu menjadi satu hal yang terus diingat oleh para ADK, agar mereka tahu ke mana arah dakwah kampus berjalan. Tujuan utama dari Dakwah kampus adalah adanya suplai alumni yang berafiliasi kepada Islam, dan optimalisasi peran kampus dalam upaya mentransformasi masyarakat menuju masyarakat Islami. Derivasi dari hal ini maka peran tarbiyah kampus yang berkesinambungan - untuk menghasilkan alumni-alumni yang berafiliasi kepada Islam - menjadi sangat penting. Derivasi lainnya, lembaga dakwah kampus perlu secara bertahap menjadi lembaga dakwah kampus yang matang, agar dapat memainkan perannya di perguruan tinggi yang bersangkutan untuk dapat mengusung perubahan. Mengenai tahapan dakwah kampus ini perlu kajian tersendiri.

Untuk mencapai tujuan di atas, ada beberapa sasaran antara yang harus dicapai terlebih dahulu. Sasaran tersebut antara lain:

1. Terbentuknya bi’ah (lingkungan) yang kondusif bagi kehidupan Islami di kampus, baik dalam sisi moral, intelektual, maupun tanggungjawab sosial. Kita tahu bahwa kampus adalah lingkungan yang heterogen. Ketika berinteraksi di dalamnya, maka butuh kekuatan untuk menjaga idealisme dengan tetap memperhatikan realitas. Hal ini berarti dakwah kampus memerlukan sebuah lingkungan kecil yang senantiasa dapat terus men-charge ruhiyah para ADK di tengah-tengah aktivitasnya di kampus. Sarana untuk itu adalah tarbiyah yang berkesinambungan untuk para ADK dan yang didakwahkannya.

2. Terbentuknya opini ketinggian Islam di kalangan kampus. Oleh karena itu syiar dalam mengkampanyekan kemuliaan Islam harus terus dilakukan secara rutin. Sarana-sarana syiar untuk ini cukup banyak, misalnya majalah, perpustakaan, peringatan hari besar Islam, tabligh akbar, dan sebagainya. Barangkali bisa kita diskusikan mengenai hal ini dalam kajian tersendiri.

3. Terbentuknya kesinambungan barisan pendukung dakwah. Untuk itu, tarbiyah yang berkesinambungan di setiap angkatan mahasiswa harus dipastikan berjalan. Ini membutuhkan sebuah lajnah yang dapat mengawasi itu dalam jangka panjang.

4. Terbentuknya hubungan timbal balik yang sinergis antara dakwah ammah dengan pengkaderan. Artinya, semua rekrutmen-rekrutmen dakwah diupayakan dapat dilanjutkan dengan proses dakwah secara khusus terhadap orang-orang yang direkrut tersebut.

Demikian kajian singkat mengenai definisi dasar dan tujuan dakwah kampus. Semoga dapat menjaga orisinalitas dakwah kampus di tengah-tengah proses perubahan yang semakin cepat

Pentingnya Bi'ah Islami di Kampus

Dakwah kampus memiliki tujuan utama, yaitu ingin menghasilkan alumni-alumni yang berafiliasi kepada Islam, dan optimalisasi peran kampus dalam upaya mentransformasi masyarakat menuju masyarakat Islami. Untuk mencapai tujuan utama ini, ada beberapa sasaran yang harus dicapai oleh sebuah lembaga dakwah kampus. Salah satu sasaran tersebut adalah terbentuknya bi’ah (lingkungan) yang kondusif bagi kehidupan Islami di kampus, baik dalam sisi moral, intelektual, maupun tanggungjawab sosial. Bi'ah Islami inilah yang seharusnya menjadi salah satu perhatian pokok bagi pengelola dakwah kampus.

Mengapa kita memerlukan bi'ah Islami? Untuk menjelaskannya, saya coba analogikan dengan sebuah teknik dalam ilmu kimia dan farmasi, yaitu "Kromatografi" (Chromatography). Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran atau senyawa kimia berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu, menjadi senyawa-senyawa atau campuran yang kita inginkan. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu "fase diam" (stationery phase) dan "fase gerak" (mobile phase). Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Selain itu ada istilah "Column". Column merupakan salah satu parameter dalam proses kromatografi yang bisa kita atur, sehingga bisa memperkirakan hasil yang diinginkan. Dengan kadar-kadar tertentu pada mobile phase dan column, kita bisa mengharapkan hasil yang "cantik". "Peak chromatography" adalah hasil yang kita inginkan, puncak dari hasil pemrosesan pemisahan senyawa kimia. Apabila kadar mobile phase dan column yang digunakan sesuai, maka akan dihasilkan sebuah peak chromatography yang cantik dengan ketajamannya.

Jadi, saya mencoba menganalogikan bi'ah Islami dengan proses Kromatografi. Bi'ah Islami adalah sebuah model lingkungan yang baik (Islami), yang pola pergaulan dan hubungan antar manusia sedemikian rupa Islami. Lingkungan Islami ini merupakan bagian dari proses pembentukan kader. Dengan bi'ah Islami maka akan dihasilkan dari dalamnya kader, da'i, dan murobbi yang siap untuk terjun. Karena dirinya telah dibina, dipisahkannya unsur-unsur jahiliyah dan unsur kebaikan, dengan daya dukung lingkungan (bi'ah) Islami. Ini telah dibuktikan di beberapa LDK kampus dan Rohis sekolah.

Apabila lingkungan internal LDK kondisinya masih sulit dibedakan dengan ormawa lain, alias tidak ada bi'ah Islami (misalnya, akhlak ADK masih seperti orang awam, contoh: suka mencela walaupun hanya bercanda, suka memotong pembicaraan orang lain, tidak mendengarkan dengan baik, tidak ada senyum ramah ketika bertemu, suka tertawa terbahak-bahak berlebihan, tidak menjaga pandangan, penyakit lidah, penyakit hati, jarang yang melaksanakan ibadah sunnah, jarang yang tilawah, dll), maka bisa dipastikan akan sulit memperoleh dai/murobi yang handal. Kalau pun dihasilkan da'i/murobbi, maka hasilnya itu bisa dipastikan kurang memenuhi kualitas standar (muwashofat), tidak ada kedewasaan dan kewibawaan di mata mad'u dan orang lain.

Bi'ah Islami adalah lingkungan yang harus kita bentuk dalam lingkungan LDK. Dia merupakan lingkungan yang kondusif untuk menjalankan kehidupan yang Islami, dan lingkungan yang kondusif untuk beribadah. Dalam sebuah bi'ah Islami, para ADK gemar melakukan ibadah sunnah (apalagi ibadah wajib), ukhuwah Islamiyah-nya erat, kalau ketemu saling jabat tangan dan senyum ramah, tegur sapa yang baik, ADK gemar membaca buku-buku Islam di perpustakaan, shaum senin-kamis, atau ayamul bidth, tilawah qur'an, shalat dhuha, akhwatnya berjilbab menutup aurat, ikhwannya berpakaian rapi dan sopan, saling menjaga pandangan (ghadul bashar) antara ikhwan dan akhwat, mading-mading ramai setiap saat dengan artikel Islaminya, dsb. Dalam bi'ah Islami, akhlak ADK tidak seperti yang digambarkan pada paragraf di atas. Jika kondisi lingkungannya seperti ini, insya Allah akan mudah mendapatkan dan membentuk kader, da'i, dan murobbi yang handal, tangguh, dengan ma'nawiyah yang kuat.

Dengan demikian, apabila kita dapat membentuk sebuah bi'ah Islami dalam kampus kita, khususnya di lingkungan tempat ADK beraktivitas, maka tujuan dakwah kampus dapat kita capai. Alumni-alumni yang berafiliasi pada Islam akan mudah dibentuk, insya Allah... []

Sayyid Qutb, Tokoh Intelektual Sejati

Tokoh Kita kali ini seorang ilmuwan, sastrawan sekaligus pemikir dari Mesir. Sayyid Qutb namanya. Ia lahir di daerah Asyut, Mesir tahun 1906, di sebuah desa dengan tradisi agama yang kental. Dengan tradisi yang seperti itu, maka tak heran jika Qutb kecil menjadi seorang anak yang pandai dalam ilmu agama. Tak hanya itu, saat usianya masih belia, ia sudah hafal Qur'an. Bakat dan kepandaian menyerap ilmu yang besar itu tak disia-siakan terutama oleh kedua orang tua Qutb. Berbekal persedian dan harta yang sangat terbatas, karena memang ia terlahir dalam keluarga sederhana, Qutb di kirim ke Halwan. Sebuah daerah pinggiran ibukota Mesir, Cairo.

Kesempatan yang diperolehnya untuk lebih berkembang di luar kota asal tak disia-siakan oleh Qutb. Semangat dan kemampuan belajar yang tinggi ia tunjukkan pada kedua orang tuanya. Sebagai buktinya, ia berhasil masuk pada perguruan tinggi Tajhisziyah Dar al Ulum, sekarang Universitas Cairo. Kala itu, tak sembarang orang bisa meraih pendidikan tinggi di tanah Mesir, dan Qutb beruntung menjadi salah satunya. Tentunya dengan kerja keras dan belajar. Tahun 1933, Qutb mendapat menyabet gelar Sarjana Pendidikan.

Tak lama setelah itu ia diterima bekerja sebagai pengawas pendidikan di Departemen Pendidikan Mesir. Selama bekerja, Qutb menunjukkan kualitas dan hasil yang luar biasa, sehingga ia dikirim ke Amerika untuk menuntut ilmu lebih tinggi dari sebelumnya.Qutb memanfaatkan betul waktunya ketika berada di Amerika, tak tanggung-tanggung ia menuntut ilmu di tiga perguruan tinggi di negeri Paman Sam itu. Wilson's Teacher's College, di Washington ia jelajahi, Greeley College di Colorado ia timba ilmunya, juga Stanford University di California tak ketinggalan diselami pula.

Seperti keranjingan ilmu, tak puas dengan yang ditemuinya ia berkelana ke berbagai negara di Eropa. Itali, Inggris dan Swiss dan berbagai negara lain dikunjunginya. Tapi itupun tak menyiram dahaganya. Studi di banyak tempat yang dilakukannya memberi satu kesimpulan pada Sayyid Qutb. Hukum dan ilmu Allah saja muaranya. Selama ia mengembara, banyak problem yang ditemuinya di beberapa negara. Secara garis besar Sayyid Qutb menarik kesimpulan, bahwa problem yang ada ditimbulkan oleh dunia yang semakin matre dan jauh dari nilai-nilai agama.

Alhasil, setelah lama mengembara, Sayyid Qutb kembali lagi ke asalnya. Bak pepatah, sejauh-jauh bangau terbang, pasti akan pulang ke kandang. Ia merasa, bahwa Qur'an sudah sejak lama mampu menjawab semua pertanyaan yang ada. Ia kembali ke Mesir dan bergabung dengan kelompok pergerakan Ihkawanul Muslimin. Di sanalah Sayyid Qutb benar-benar mengaktualisasikan dirinya. Dengan kapasitas dan ilmunya, tak lama namanya meroket dalam pergerakan itu. Tapi pada tahun 1951, pemerintahan Mesir mengeluarkan larangan dan pembubaran Ikhwanul Muslimin.

Saat itu Sayyid Qutb menjabat sebagai anggota panitia pelaksana program dan ketua lembaga dakwah. Selain dikenal sebagai tokoh pergerakan , Qutb juga dikenal sebagai seorang penulis dan kritikus sastra. Kalau di Indonesia semacam H.B. Jassin lah. Banyak karyanya yang telah dibukukan. Ia menulis tentang banyak hal, mulai dari sastra, politik sampai keagamaan. Empat tahun kemudian, tepatnya Juli 1954, Sayyid menjabat sebagai pemimpin redaksi harian Ikhwanul Muslimin. Tapi harian tersebut tak berumur lama, hanya dua bulan, karena dilarang beredar oleh pemerintah.

Tak lain dan tak bukan sebabnya adalah sikap keras, pemimpin redaksi, Sayyid Qutb yang mengkritik keras Presiden Mesir kala itu, Kolonel Gamal Abdel Naseer. Saat itu Sayyid Qutb mengkritik perjanjian yang disepakati antara pemerintahan Mesir dan negara Inggris. Tepatnya 7 Juli 1954. Sejak saat itu, kekejaman penguasa bertubi-tubi diterimanya. Setelah melalui proses yang panjang dan rekayasa, Mei 1955, Sayyid Qutb ditahan dan dipenjara dengan alasan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Tiga bulan kemudian, hukuman yang lebih berat diterimanya, yakni harus bekerja paksa di kamp-kamp penampungan selama 15 tahun lamanya. Berpindah-pindah penjara, begitulah yang diterima Sayyid Qutb dari pemerintahnya kala itu.

Hal itu terus di alaminya sampai pertengahan 1964, saat presiden Irak kala itu melawat ke Mesir. Abdul Salam Arief, sang presiden Irak, memminta pada pemerintahan Mesir untuk membebaskan Sayyid Qutb tanpa tuntutan. Tapi ternyata kehidupan bebas tanpa dinding pembatas tak lama dinikmatinya. Setahun kemudian, pemerintah kembali menahannya tanpa alasan yang jelas. Kali ini justru lebih pedih lagi, Sayyid Qutb tak hanya sendiri. Tiga saudaranya dipaksa ikut serta dalam penahanan ini. Muhammad Qutb, Hamidah dan Aminah, serta 20.000 rakyat Mesir lainnya.

Alasannya seperti semua, menuduh Ikhwanul Muslimin membuat gerakan yang berusaha menggulingkan dan membunuh Presiden Naseer. Ternyata, berjuang dan menjadi orang baik butuh pengorbanan. Tak semua niat baik dapat diterima dengan lapang dada. Hukuman yang diterima kali ini pun lebih berat dari semua hukuman yang pernah diterima Sayyid Qutb sebelumnya. Ia dan dua orang kawan seperjuangannya dijatuhi hukuman mati.

Meski berbagai kalangan dari dunia internasional telah mengecam Mesir atas hukuman tersebut, Mesir tetap saja bersikukuh seperti batu. Tepat pada tanggal 29 Agustus 1969, ia syahid di depan algojo-algojo pembunuhnya. Sebelum ia menghadapi ekskusinya dengan gagah berani, Sayyid Qutb sempat menuliskan corat-coret sederhana, tentang pertanyaan dan pembelaannya. Kini corat-coret itu telah menjadi buku berjudul, "MENGAPA SAYA DIHUKUM MATI."

Sebuah pertanyaan yang tak pernah bisa dijawab oleh pemerintahan Mesir kala itu. Semoga Allah memberikan tempat yang mulia di sisi-Nya.
Amin.

HIKAM:
Studi di banyak tempat yang dilakukannya, seperti Wilson's Teacher's College, di Washington, Greeley College di Colorado, Stanford University di California, Eropa. Itali, Inggris dan Swiss dan berbagai negara lain dikunjunginya, tapi itu tak menyiram dahaganya. Akhirnya satu kesimpulan yang diperolehnya: HUKUM DAN ILMU ALLAH SAJA MUARANYA.Selama ia mengembara, banyak problem yang ditemuinya di beberapa negara. Secara garis besar Sayyid Qutb menarik kesimpulan, bahwa problem yang ada ditimbulkan oleh dunia yang semakin matre dan jauh dari nilai-nilai agama. Tanggal 29 Agustus 1969, beliau syahid. Memang, berjuang dan menjadi orang baik butuh pengorbanan. Tak semua niat baik dapat diterima dengan lapang dada.

cara berinteraksi dengan shahibul musykilah (pemilik masalah)

Pada dasarnya tarbiyah dilakukan untuk merealisasikan beragam tugas. Pertama, memperkuat dan mengokohkan sifat-sifat yang terdapat pada setiap individu yang sesuai dengan manhaj Islam, dan melakukan berbagai usaha yang dapat menumbuhkan sifat tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk kebaikan organisasi Islam. Kedua, membuang sifat-sifat yang dimiliki oleh setiap individu yang tidak sesuai dengan manhaj Islam. Ketiga, mengaplikasikan sifat-sifat baru yang tidak dimiliki setiap individu, namun dibutuhkan oleh Islam dan berbagai aktivitas yang lain.

Cara menyingkap masalah

a. Bergaul langsung dengan orang tersebut dan berusaha menyelami situasi dan kondisi dirinya, keluarga, keuangan, dan tugas-tugasnya, dengan tetap memperhatikan sisi ukhuwah dan cinta padanya, sehingga membuatnya membuka diri atas segala masalah yang ia alami.

b. Mengadaptasinya dengan berbagai aktivitas dan amal agar dengan cara ini ia dapat mengutarakan atau menampakkan masalahnya. Namun, cara ini juga tidak dapat dijadikan sebagai standar utama, maka harus disertai juga dengan adaptasi pribadi.

c. Sungguh-sungguh dalam melakukan rukun-rukun ta’aruf dan membuat satu program acara dalam pertemuan di mana setiap anggota diberi kesempatan untuk mengungkap masalah yang menimpa dirinya.


Cara berinteraksi dengan Shahibul Musykilah (Pemilik Masalah)

1. Bergaul dengan pemilik masalah dengan sikap yang tenang dan lembut, walau bagaimanapun jenis masalah yang ia alami.

2. Ada keinginan dari pihak yang bermasalah untuk menyelesaikan problem yang ia hadapi.

3. Mengingatkan Shahibul Musykilah beberapa hal penting mengenai tujuan dan cita-cita hidupnya.

4. Memandang inti permasalahan dan faktor-faktor pemicunya dengan jeli.

5. Menutup cela dan aib yang dimiliki pemilik masalah tersebut ketika sedang diterapi.

6. Membatasi masalah pada ruang yang lebih kecil dan tetap menjaga kerahasiaannya.

7. Menambah jalinan kedekatan dan pergaulan dengan pemilik masalah.

8. Memilih teman terdekatnya yang kira-kira mampu menerapi masalah yang ia hadapi sesuai dengan jenis masalahnya.

9. Tersedianya iklim yang baik baginya, berupa iklim sosial dan pergaulan yang cocok untuk penyelesaian masalah itu.


Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah

1. Memastikan sebab-sebab utama munculnya masalah sambil memperhatikan perbedaan antara apa yang tampak di permukaan dengan sebab sesungguhnya dari masalah itu.

2. Memberikan solusi yang tepat dan aplikatif untuk setiap penyebab terjadinya masalah itu.

3. Menentukan waktu dibutuhkan untuk menerapi masalah itu, di mana seluruh sarana dapat dipilih guna menyelesaikannya.

4. Menentukan orang-orang tepat yang dapat mencoba menyelesaikan masalah itu.

5. Adanya perencanaan evaluasi saat proses terapi sedang berjalan, untuk mengetahui sejauh mana capaian terapi tersebut.

6. Evaluasi akhir dari terapi yang dilakukan setelah proses itu berakhir. Dengan harapan bahwa sebab-sebab itu dari munculnya masalah dan problem itu telah dapat disingkirkan.


Beberapa hal penting yang harus diperhatikan ketika proses terapi masalah sedang berlangsung adalah sebagai berikut.

1. Apabila masalah yang mucul itu cukup berat dan memiliki berbagai sisi lain, maka masalah itu perlu diurai satu persatu sesuai dengan skala prioritas yang harus dituntaskan.

2. Memperhatikan sistematika dalam proses terapi masalah.

3. Memperhatikan peran syariat atas setiap sarana dan cara yang digunakan dalam proses penyelesaian masalah.

4. Bersungguh-sungguh dalam mengaplikasikan nilai-nilai ta’aruf, takaful antara sesama anggota jamaah.

5. Memanfaatkan hubungan kekeluargaan sebagai sarana terapi masalah, dengan tetap memperhatikan sisi sensitif yang ada di dalamnya.



Beberapa contoh masalah dakwah dan gerakan

a. Lemahnya semangat cinta dan persaudaraan
b. Lemahnya iman
c. Lemahnya kedisiplinan
d. Terhentinya kemampuan untuk maju dan berkembang
e. Cinta publikasi
f. Futur
g. Tergesa-gesa dan tidak teliti
h. Melemahnya kepercayaan anggota/jundi terhadap qiyadah
i. Emosional dan ta’assub terhadap pendapatnya sendiri
j. Mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan dakwah
k. Lemahnya dakwah pribadi
l. Sensitif yang melampaui batas
m. Suka menyampaikan kritik yang tidak membangun (kritik menghancurkan)


Berikut ini beberapa catatan umum dalam menyikapi masalah dan bagaimana menerapinya.

1. Ada perbedaan mendasar antara pelajaran teoritis dan fakta riil yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah. Kita bisa saja melihat penyebabnya dan kemungkinan solusi yang diambil lalu berusaha mengaplikasikannya, namun hal itu tidak juga menyelesaikan masalah. Biasanya ada beberapa masalah yang tidak dapat dituntaskan karena adanya kesalahan prinsipil yang terjadi di luar batas kemampuan kita. Misalnya, karir yang cepat menanjak tanpa memperhatikan faktor-faktor lain yang ada di sekitar pribadi anggota yang bersangkutan.

2. Kita tidak bisa menafikan bahwa doa dan berserah diri kepada Allah, sangat berperan sangat besar dalam menerapi masalah yang dihadapi.

3. Menyertakan orang-orang yang memiliki keahlian dan spesialisasi dalam bidang syariat yang mungkin dibutuhkan untuk membantu menyelesaikan masalah penting yang dihadapi dengan tetap berusaha tidak menyebarkan secara luas masalah itu. Dan sebaiknya tidak menyebut nama yang terkait dengan masalah itu, kecuali terpaksa.

4. Ada banyak orang yang biasanya sibuk mengkritik dan mengarahkan tuduhannya pada orang tertentu, padahal seharusnya ia mengetahui metode dan cara menasehati yang benar, sebagaimana ia juga harus mendidik dirirnya terlebih dahulu untuk tidak sibuk dengan urusan orang lain, ”Beruntunglah orang-orang yang disibukkan oleh aibnya sendiri ketimbang menyibukkan dirinya mengurus aib orang lain.”

5. Juga ada orang yang dengan entengnya menceritakan segala apa yang ia ketahui kepada orang yang ia kenal atau tidak ia kenal. Orang semcam ini wajib diingatkan dan dinasehati agar tidak terbiasa melakukan perilaku semacam itu, karena akan menimbulkan akibat buruk bagi dirinya sendiri. Hendaknya ada seorang akh yang mengingatkannya sebelum ia berbicara.

6. Juga ada seorang yang kerap melontarkan kritik yang tidak konstruktif, sengaja mencari-cari kesalahan dan kekeliruan yang dilakukan seseorang atau organisasi dan turut campur dalam hak-hak organisasi. Semua kritikan dan pendapat yang berseberangan dengannya ia beberkan di tempat yang tidak tepat. Dengan sifat khusus seperti itu, lambat laun orang-orang akan berada di sekelilingnya, atau ia berusaha mengumpulkan dan memuaskan setiap orang dengan kata-katanya. Dari sinilah awal munculnya pembangkangan.

Pembangkangan sangat berbahaya bagi sebuah gerakan, karena ia akan berdiri sebagai perintang bagi gerakan dengan tujuan untuk membersihkannya dari berbagai hal yang ia anggap kotor. Orang seperti ini biasanya memiliki keahlian dalam merebut hati orang-orang dalam bentuk kebaikan yang ia berikan, pelayanan dan wajah yang selalu tampak berseri.

Orang-orang yang ada di sekelilingnya pun kemudian mendukung perasaan negatif seperti itu, dan akhirnya berbagai rapat serta pertemuan tidak resmi terjadi di antara mereka untuk membahas berbagai kesalahan yang ada pada organisasi atau individu yang ada di dalamnya dengan memanfaatkan kebodohan para pendengarnya terhadap hakikat yang terjadi. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus diambil oleh organisasi ialah segera menemui orang-orang yang berperilaku semacam ini, tetap bermuamalah dengan baik, menjelaskan keburukan perilaku seperti itu dan bahaya yang ditimbulkannya, sambil menerangkan kebenaran di balik kesalahan persepsi mereka, apakah mereka akan tetap komitmen dengan organisasi, atau organisasi segera menentukan sikap dengan menyingkirkan petaka dan bahaya yang dapat menimpanya.

7. Kewajiban tarbawi yang paling penting adalah menemukan masalah yang terjadi dan menerapinya sebelum ia semakin membesar. Masalah seperti ini harus mendapat perhatian besar dari organisasi.

8. Memproteksi barisan dari pengaruh buruk dan negatif yang disebabkan oleh masalah yang terjadi di dalamnya. Kita harus dapat memilih mudharat paling ringan, karena menghalangi terjadinya petaka lebih diutamakan daripada memperoleh manfaat setelah petaka itu terjadi.

9. Apabila masalah itu sudah sangat akut dan berbagai solusi telah dilakukan untuk menyelesaikannya namun tetap gagal, maka harus ada arahan bagi anggota agar mereka dapat memahami masalah itu, dengan syarat itu tidak menimbulkan bahaya atas keamanan barisan dan tidak terkait dengan penolakan syariat.
Sumber : Kitab Kekuatan Sang Murabbi, Menggali Energi Intelektual dan Personal Murabbi

bapak kucing kecil

Tokoh kita ini biasa berpuasa sunah tiga hari setiap awal bulan Qamariah (bulan Arab dalam penanggalan Hijri), mengisi malam harinya dengan membaca Al-Quran dan salat tahajud. Akrab dengan kemiskinan, dia sering mengikatkan batu ke perutnya, guna menahan lapar. Dalam sejarah ia dikenal paling banyak meriwayatkan hadis. Dialah Bapak Kucing Kecil (Abu Hurairah), begitu orang mengenalnya.

"Aku sudah dengar pergunjingan kalian. Kata kalian, Abu Hurairah terlalu banyak meriwayatkan hadis Nabi. Padahal, para sahabat muhajirin dan anshar sendiri tak ada yang meriwayatkan hadis Nabi sebanyak yang dituturkan Abu Hurairah. Ketahuilah, saudara-saudaraku dari kaum muhajirin disibukkan dengan perniagaan mereka di pasar. Sementara saudara-saudaraku dari anshar disibukkan dengan kegiatan pertanian mereka. Dan aku seorang papa, termasuk golongan kaum miskin shuffah (yang tinggal di pondokan masjid). Aku tinggal dekat Nabi untuk mengisi perutku. Aku hadir (di samping Nabi) ketika mereka tidak ada, dan aku selalu mengingat-ingat ketika mereka melupakan."

Abu Hurairah adalah sahabat yang sangat dekat dengan Nabi. Ia dikenal sebagai salah seorang ahli shuffah, yaitu orang-orang papa yang tinggal di pondokan masjid (pondokan ini juga diperuntukkan buat para musafir yang kemalaman). Begitu dekatnya dengan Nabi, sehingga beliau selalu memanggil Abu Hurairah untuk mengumpulkan ahli shuffah, jika ada makanan yang hendak dibagikan.

Karena kedekatannya itu, Nabi pernah mempercayainya menjaga gudang penyimpan hasil zakat. Suatu malam seseorang mengendap-endap hendak mencuri, tertangkap basah oleh Abu Hurairah. Orang itu sudah hendak dibawa ke Rasulullah. "Ampun tuan, kasihani saya," pencuri itu memelas. "Saya mencuri ini untuk menghidupi keluarga saya yangkelaparan."

Abu Hurairah tersentuh hatinya, maka dilepasnya pencuri itu. "Baik, tapi jangan kamu ulangi perbuatanmu ini." Esoknya hal ini dilaporkan kepada Nabi. Nabi tersenyum. "Lihat saja, nanti malam pasti ia kembali." Benar pula, malam harinya pencuri itu datang lagi. "Nah, sekarang kamu tidak akan kulepas lagi." Sekali lagi, orang itu memelas, hingga Abu Hurairah tersentuh hatinya. Tapi, ketika hal itu dilaporkan kepada Nabi, kembali beliau mengatakan hal yang sama. "Lihat saja, orang itu akan kembali nanti malam." Ternyata pencuri sialan itu benar-benar kembali. "Apa pun yang kamu katakan, jangan harap kamu bisa bebas. Sudah dua kali kulepas, kamu tak kapok-kapok juga." Eh, pencuri itu malah menggurui. "Abu Hurairah, sebelum kamu tidur, bacalah ayat kursi agar setan tidak menyatroni kamu." Merasa mendapat pelajaran berharga, Abu Hurairah terharu. Ah, ternyata orang baik-baik, pikirnya. "Apa yang dikatakan orang itu memang benar," sabda Nabi ketika dilapori pagi harinya. "Tapi orang itu bukan orang baik-baik. Dia adalah setan. Dia katakan itu supaya dia kamu bebaskan."

MENGIKATKAN BATU KE PERUT

Abu Hurairah adalah salah seorang tokoh kaum fakir miskin. Abu Hurairah sering lapar ketimbang kenyang. Ia sosok yang teguh berpegang pada sunah Nabi. Ia kerap menasihati orang agar jangan larut dengan kehidupan dunia dan hawa nafsu. Ia tak membedakan antara kaum kaya dan kaum miskin, petinggi negeri atau rakyat jelata dalam menyampaikan kebenaran. Ia pun selalu bersyukur kepada Allah dalam keadaan susah dan senang.

Orang yang nama lengkapnya Abdur Rahman (versi lain: Abdu Syams) ibn Shakhr Ad-Dausi ini adalah sosok humoris. Banyak anekdot yang berasal darinya. Ia pun suka menghibur anak-anak kecil. Ia pecinta kucing kecil. Ke mana-mana dibawanya binatang ini, sehingga julukan Abu Hurairah (bapak kucing kecil) pun melekat padanya. Dibanding Nabi, umurnya lebih muda sekitar 30 tahun. Dia lahir di Daus, sebuah desa miskin di padang pasir Yaman. Hidup di tengah kabilah Azad, ia sudah yatim sejak kecil, yang membantu ibunya menjadi penggembala kambing.

Dia masuk Islam tak lama setelah pindah ke Madinah pada tahun ketujuh hijriah, bersamaan dengan rencana keberangkatan Nabi ke Perang Khaibar. Tapi ibundanya belum mau masuk Islam. Malah sang ibu pernah menghina Nabi. Ini membuatnya sedih. Untuk itu, ia memohon Nabi berdoa agar ibunya masuk Islam. Kemudian Abu Hurairah kembali menemui ibunya, mengajaknya masuk Islam. Ternyata sang ibu telah berubah, bersedia mengucapkan dua kalimat syahadat.

BURUH KASAR

Akan halnya kepindahannya ke Madinah adalah untuk mengadu nasib. Di sana ia bekerja serabutan, menjadi buruh kasar bagi siapa pun yang membutuhkan tenaganya. Acap kali dia harus mengikatkan batu ke perutnya, guna menahan lapar yang amat sangat. Menurut shahibul hikayat, ia pernah kedapatan berbaring di dekat mimbar masjid. Gara-gara perbuatan aneh itu, orang mengiranya agak kurang waras. Mendengar kasak-kusuk di kalangan sahabat ini, Nabi segera menemui Abu Hurairah. Abu Hurairah bilang, ia tidak gila, hanya ia lapar. Nabi pun segera memberinya makanan.

Suatu kali, dengan masih mengikatkan batu ke perutnya, dia duduk di pinggir jalan, tempat orang biasanya berlalu lalang. Dilihatnya Abu Bakar melintas. Lalu dia minta dibacakan satu ayat Al-Quran. "Aku bertanya begitu supaya dia mengajakku ikut, memberiku pekerjaan," tutur Abu Hurairah. Tapi Abu Bakar cuma membacakan ayat, lantas berlalu.

Dilihatnya Umar ibn Khattab. "Tolong ajari aku ayat Al-Quran," kata Abu Hurairah. Kembali ia harus menelan ludah kekecewaan karena Umar berbuat hal yang sama. Tak lama kemudian Nabi lewat. Nabi tersenyum. "Beliau tahu apa isi hati saya. Beliau bisa membaca raut muka saya secara tepat," tutur Abu Hurairah. "Ya Abu Hurairah!" panggil Nabi. "Labbaik, ya Rasulullah!""Ikutlah aku!" Beliau mengajak Abu Hurairah ke rumahnya. Di dalam rumah didapati sebaskom susu. "Dari mana susu ini?" tanya Rasulullah. Beliau diberi tahu bahwa seseorang telah memberikan susu itu. "Ya Abu Hurairah!""Labbaik, Ya Rasulullah!" "Tolong panggilkan ahli shuffah," kata Nabi. Susu tadi lalu dibagikan kepada ahli shuffah, termasuk Abu Hurairah. Sejak itulah, Abu Hurairah mengabdi kepada Rasulullah, bergabung dengan ahli shuffah di pondokan masjid.

Sepulang dari Perang Khaibar, Nabi melakukan perluasan terhadap Masjid Nabawi, yaitu ke arah barat dengan menambah tiga pilar lagi. Abu Hurairah terlibat pula dalam renovasi ini. Ketika dilihatnya Nabi turut mengangkat batu, ia meminta agar beliau menyerahkan batu itu kepadanya. Nabi menolak seraya bersabda, "Tiada kehidupan sebenarnya, melainkan kehidupan akhirat."

Abu Hurairah sangat mencintai Nabi. Sampai-sampai dia memilih dipukul Nabi karena melakukan kekeliruan ketimbang mendapatkan makanan yang enak. "Karena Nabi menjanjikan akan memberi syafaat kepada orang yang pernah merasa disakitinya secara sengaja atau tidak," katanya. Begitu cintanya kepada Rasulullah sehingga siapa pun yang dicintai Nabi, ia ikut mencintainya. Misalnya, ia suka mencium Hasan dan Husain, karena melihat Rasulullah mencium kedua cucunya itu.

Ada cerita menarik menyangkut kehidupan Abu Hurairah dan masyarakat Islam zaman itu. Meski Abu Hurairah seorang papa, boleh dibilang tuna wisma, salah seorang majikannya yang lumayan kaya menikahkan putrinya, Bisrah binti Gazwan, dengan lelaki itu. Ini menunjukkan betapa Islam telah mengubah persepsi orang dari membedakan kelas kepada persamaan. Abu Hurairah dipandang mulia karena kealiman dan kesalihannya. Perilaku islami telah memuliakannya, lebih dari kemuliaan pada masa jahiliah yang memandang kebangsawanan dan kekayaan sebagai ukuran kemuliaan.

Sejak menikah, Abu Hurairah membagi malamnya atas tiga bagian: untuk membaca Al-Quran, untuk tidur dan keluarga, dan untuk mengulang-ulang hadis. Ia dan keluarganya meskipun kemudian menjadi orang berada tetap hidup sederhana. Ia suka bersedekah, menjamu tamu, bahkan menyedekahkan rumahnya di Madinah untuk pembantu-pembantunya. Tugas penting pernah diembannya dari Rasulullah. Yaitu ketika ia bersama Al-Ala ibn Abdillah Al-Hadrami diutus berdakwah ke Bahrain. Belakangan, ia juga bersama Quddamah diutus menarik jizyah (pajak) ke Bahrain, sambil membawa surat ke Amir Al-Munzir ibn Sawa At-Tamimi.

MENOLAK JABATAN

Mungkin karena itu, ketika Umar menjadi amirul mukminin, Abu Hurairah diangkat menjadi gubernur Bahrain. Tapi pada 23 Hijri Umar memecatnya gara-gara sang gubernur kedapatan menyimpan banyak uang (menurut satu versi, sampai 10.000 dinar). Dalam proses pengusutan, ia mengemukakan upaya pembuktian terbalik, bahwa harta itu diperolehnya dari beternak kuda dan pemberian orang. Khalifah menerima penjelasan itu dan memaafkannya. Lalu ia diminta menduduki jabatan gubernur lagi, tapi ia menolak. Penolakan itu diiringi lima alasan.

1. aku takut berkata tanpa pengetahuan

2. aku takut memutuskan perkara bertentangan dengan hukum (agama)

3. aku ogah dicambuk

4. aku tak mau harta benda hasil jerih payahku disita

5. dan aku takut nama baikku tercemar, kilahnya. Ia memilih tinggal di Madinah, menjadi warga biasa yang memperlihatkan kesetiaan kepada Umar, dan para pemimpin sesudahnya.

Tatkala kediaman Amirul Mukminin Ustman ibn Affan dikepung pemberontak, dalam peristiwa yang dikenal sebagai al-fitnatul kubra (bencana besar), Abu Hurairah bersama 700 orang Muhajirin dan Anshar tampil mengawal rumah tersebut. Meski dalam posisi siap tempur, Khalifah melarang pengikut setianya itu memerangi kaum pemberontak.

Pada masa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah ditawari menjadi gubernur di Madinah. Ia menolak. Ketika terjadi pertemuan antara Khalifah Ali dan lawannya, Muawiyah ibn Abi Sufyan, ia bersikap netral dan menghindari fitnah. Sampai kemudian Muawiyah berkuasa, Abu Hurairah bersedia menjadi gubernur di Madinah. Tapi versi lain mengatakan, Marwan ibn Hakamlah yang menunjuk Abu Hurairah sebagai pembantunya di kantor gebernuran Madinah. Di Kota Penuh Cahaya (Al-Madinatul Munawwarah) ini pula ia mengembuskan nafas terakhir pada 57 atau 58 H (676-678 M.) dalam usia 78 tahun. Meninggalkan warisan yang sangat berharga, yakni hadis-hadis Nabi, bak butiran-butiran ratna mutu manikam, yang jumlahnya 5.374 hadis

suksesnya sebuah pemikiran

Setiap individu tentu memiliki sebuah pemikiran. Bahkan sebuah keluarga atau suatu lingkungan tentu juga memiliki sebuah pemikiran. Lebih jauh lagi suatu bangsa atau suatu peradaban akan memiliki sebuah pemikiran. Dalam Islam, pemikiran dikenal dengan terminologi "fikrah".

Tidak semua pemikiran di dunia ini akan sukses. Ada beberapa kriteria yang menentukan sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan. Setidaknya ada empat hal yang dikatakan oleh Asy Syahid Hasan Al Banna mengenai hal ini. Pertama, manakala kita memiliki keyakinan yang kuat terhadap pemikiran tersebut. Keimanan yang kuat terhadap Islam ini harus didasari oleh nurani yang menyala, hati yang cerdik. Kedua, ketika kita ikhlash dalam berjuang di jalannya. Dasar dari keikhlashan ini adalah hati yang bertaqwa, hati yang bersih/jernih. Ketiga, ketika kita semakin bersemangat dalam merealisasikannya. Semangat ini didasari oleh dorongan yang begitu kuat, perasaan yang menggelora. Dan yang keempat adalah, ketika kita memiliki kesiapan untuk beramal dan berkorban dalam mewujudkan pemikiran tersebut. Kesiapan ini didasari oleh kemauan yang kuat.

Jadi jika sebuah pemikiran ingin berhasil diwujudkan, maka keempat rukun di atas harus bisa dilaksanakan. Dan keempat hal tersebut hanya dimiliki oleh para pemuda. Karena pada pemuda-lah melekat karakteristik di atas. Pemuda memiliki idealisme, pemuda merupakan usia manusia yang bersemangat dan memiliki energi yang terbesar dibandingkan usia manusia yang lain.

Oleh karena itulah sejak dahulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda merupakan rahasia kekuatannya. Dan dalam setiap fikrah, pemuda merupakan pengibar panji-panjinya. Dengan demikian, pemuda merupakan pelaku terpenting dalam suksesnya sebuah pemikiran.

"Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk." (QS. Al Kahfi: 13)

Karakteristik Pemuda Muslim Dalam Sorotan Shirah






Mendengar ucapan seperti itu pemuda tersebut berdiri dan berkata,"Wahai Amirul Mu'minin, sesungguhnya seseorang itu dikarenakan dua hal yang paling kecil padanya, yaitu hati dan lisannya. Jika Allah telah menjaga hatinya (dari maksiat) dan memberikan lisan yang anggun (sopan), maka dia berhak untuk berbicara. Dan seandainya segala perkara dikarenakan oleh usia seseorang, maka yang berhak untuk duduk dalam jabatanmu adalah orang yang lebih tua darimu." (1) Mendengar ucapan tersebut, terkejutlah Umar atas kebenaran yang yang dikemukakan oleh pemuda itu.

Sejak jaman dahulu kala, bahkan jauh sebelum Islam muncul di muka bumi ini, para Nabi dan Rasul yang diutus untuk menyampaikan wahyu Allah SWT dan syari'at-Nya kepada umat manusia, semuanya adalah orang-orang terpilih dari kalangan pemuda yang berusia sekitar empat puluhan. Bahkan ada di antaranya yang diberi kemampuan untuk berdebat dan berdialog sebelum umurnya genap 18 tahun. Berkata Ibnu Abbas ra, "Tidak ada seorang Nabipun yang diutus oleh Allah, melainkan ia (dipilih) dari kalangan pemuda saja (yakni antara 30 - 40 tahun). Begitu pula tidak seorang 'alimpun yang diberi ilmu melainkan ia (hanya) dari kalangan pemuda saja". Kemudian Ibnu Abbas membaca firman Allah SWT, "Mereka berkata : Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." (2)

Tentang Nabi Ibrahim, Al Qur'an lebih jauh menceritakan bahwa beliau telah berdebat dengan kaumnya, menentang peribadatan mereka kepada patung-patung yang sama sekali tidak memberi manfaat dan mendatangkan mudharat. Saat itu beliau belum dewasa, seperti yang tertera dalam firman Allah SWT,

"Sesungguhnya, Kami telah memberikan kepandaian pada Ibrahim sejak dahulu (sebelum mencapai masa remajanya) dan Kami kenal kemahirannya. Ketika dia berkata kepada bapak dan kaumnya : 'Patung-patung apakah ini, yang selalu kalian sembah ?' Mereka berkata : 'Kami dapati bapak-bapak kami menyembahnya.' Dia berkata : 'Sungguh kalian dan bapak-bapak kalian itu dalam kesesatan yang nyata'. Mereka menjawab : 'Apakah engkau membawa kebenaran kepada kami, ataukah engkau seorang yang bermain-main saja?' Dia berkata : 'Tidak, Tuhanmu adalah yang memiliki langit dan bumi yang diciptakan oleh-Nya, dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu'". (QS Al Anbiyaa : 51-56)

Perlu digarisbawahi di sini, bahwa para Nabi as telah diutus untuk mengubah keadaan saja, sehingga setiap Nabi yang diutus adalah orang-orang terpilih dan hanya dari kalangan pemuda (Syabab) saja. Bahkan kebanyakan pengikut mereka adalah dari kalangan pemuda juga, meskipun tentu saja ada yang sudah tua atau bahkan masih anak-anak. Kita ingat misalnya Ashabul Kahfi, yang tergolong sebagai pengikut Nabi Isa as. Mereka ini adalah sekelompok anak-anak usia muda yang menolak kembali ke agama nenek moyang mereka dan menolak menyembah selain Allah SWT. Oleh karena jumlahnya sedikit, tujuh orang di antara sekian banyak masyarakat yang menyembah berhala-berhala, maka mereka pun bermufakat untuk mengasingkan diri dari masyarakat dan berlindung dalam suatu gua. Fakta sejarah ini diperkuat oleh Al Qur'an, yang dikisahkan dalam QS Al Kahfi : 9-26, di antaranya,

"(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat perlindungan lalu berdoa : 'Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan tolonglah kami dalam menempuh langkah yang tepat dalam urusan (ini)' " (ayat 10)

"Kami ceritakan kisah mereka kepadamu dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka (Sang Pencipta), dan Kami berikan kepada mereka tambahan pimpinan (iman, taqwa, ketetapan hati dan sebagainya)"" (ayat 13)

Junjungan kita Nabi Muhammad SAW tatkala diangkat menjadi Rasul, beliau juga baru berusia empat puluh tahun. Pengikut-pengikut beliau yang merupakan generasi pertama, kebanyakan juga dari kalangan pemuda, bahkan ada yang masih kecil atau belum dewasa. Usia para pemuda Islam yang mendapatkan tarbiyah pertama di Daarul Arqaam, pada tahap pengkaderan adalah sebagai berikut :

Ali bin Ali Thalib, paling muda di antara mereka, usianya saat masuk Islam baru 8 tahun
Az Zubair bin Al 'Awwam, sama dengan Ali yaitu 8 tahun
Thalhah bin Ubaidillah, 11 tahun
Al Arqam bin Abil Arqaam, 12 tahun
Abdullah bin Mas'ud, 14 tahun
Sa'ad bin Abi Waqqaas, 17 tahun
Su'ud bin Rabi'ah, sama dengan Sa'ad, yaitu 17 tahun
Abdullah bin Mazh'un, juga berusia 17 tahun
Ja'far bin Abi Thalib, 18 tahun
Qudaamah bin Mazh'un, 19 tahun
Sa'id bin Zaid, berusia di bawah 20 tahun
Suhaib Ar Rumi, juga berusia di bawah 20 tahun
Assa'ib bin Mazh'un, kira-kira 20 tahun
Zaid bin Haritsah, sekitar 20 tahun
'Usman bin 'Affan, sekitar 20 tahun
Tulaib bin 'Umair, sekitar 20 tahun
Khabab bin Al Art, juga sekitar 20 tahun
'Aamir bin Fahirah, 23 tahun
Mush'ab bin 'Umair, 24 tahun
Al Miqdad bin Al Aswad, seperti Mush'ab 24 tahun
Abdullah bin Al Jahsy, 25 tahun
Umar bin Al Khaththab, 26 tahun
Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, 27 tahun
'Utbah bin Ghazwaan, juga 27 tahun
Abu Hudzaifah bin 'Utbah, sekitar 30 tahun
Bilal bin Rabah, sekitar 30 tahun
'Ayyasy bin Rabi'ah, kira-kira 30 tahun
'Amir bin Rabi'ah, sekitar 30 tahun
Nu'aim bin Abdillah, hampir 30 tahun
'Usman bin Mazh'un, kira-kira 30 tahun
Abu Salamah, Abdullah bin 'Abdil Asad Al Makhzumi, sekitar 30 tahun
Abdurrahman bin 'Auf, juga 30 tahun
Ammar bin Yasir, antara 30-40 tahun
Abu Bakar Ash Shiddiq, 37 tahun
Hamzah bin Abdil Muththalib, 42 tahun
'Ubaidah bin Al Harits, paling tua di antara semua sahabat, 50 tahun.

Bukan hanya mereka saja yang dari kalangan pemuda, akan tetapi ratusan ribu lainnya yang memperjuangkan dakwah Islam, pembawa panji-panji Islam serta pemimpin bala tentara Islam di masa Nabi ataupun sesudahnya, mereka seluruhnya dari kalangan pemuda, bahkan remaja yang belum atau baru dewasa. Adalah Usamah bin Zaid yang diangkat oleh Nabi sebagai komandan untuk memimpin pasukan kaum muslimin menyerbu wilayah Syam, yang saat itu merupakan salah satu wilayah kerajaan Romawi. Masih ingat usia beliau saat itu? Ya, delapan belas tahun. Padahal di antara prajuritnya terdapat orang yang lebih tua dari Usamah, seperti : Abu Bakar, Umar bin Khaththab dan lain-lain. Abdullah Ibnu Umar tak kalah juga hebatnya, semangat juang untuk berperang mulai memanaskan jiwanya sejak usia 13 tahun. Ketika itu Rasulullah SAW sedang mempersiapkan barisan pasukan pada perang Badar. Dua pemuda kecil datang menghampiri beliau, seraya meminta agar diterima menjadi prajurit. Tak salah lagi, dua pemuda kecil tersebut adalah Abdullah bin Umar dan Al Barra'. Saat itu Rasulullah saw menolak mereka. Tahun berikutnya pada perang Uhud, keduanya datang lagi, tetapi yang diterima hanya Al Barra'. Dan pada perang Al Ahzab barulah Nabi menerima Ibnu Umar sebagai anggota pasukan kaum muslimin. (3)

Melalui para pemuda seperti inilah, Islam berhasil menyingkirkan segala macam kekuatan. Ada satu peristiwa yang sangat menarik sekali untuk direnungkan para pemuda jaman ini. Peristiwa ini selengkapnya diceritakan oleh Abdurrahman bin 'Auf,

"Selagi aku berdiri di dalam barisan dalam perang Badar, aku melihat ke kanan dan kiriku, saat itu tampaklah olehku dua orang Anshar yang masih muda belia. Aku berharap semoga aku lebih kuat daripadanya. Tiba-tiba salah seorang di antaranya menekanku seraya berkata : 'Hai paman, apakah engkau mengenal Abu Jahal ?' Aku jawab : 'Ya, apakah keperluanmu padanya, hai anak saudaraku?' Dia menjawab : 'Ada seseorang yang memberitahuku bahwa Abu Jahal ini sering mencela Rasulullah SAW. Demi (Allah) yang jiwaku ada di tangan-Nya jika aku menjumpainya tentu takkan kulepaskan dia sampai siapa yang terlebih dahulu mati, antara aku atau dia! 'Berkata Abdurrahman bin 'Auf : 'Aku merasa heran ketika mendengar ucapan anak muda itu.'Kemudian anak yang satunya lagi itupun menekanku dan berkata seperti ucapan temannya tadi. Tidak lama berselang akupun melihat Abu Jahal mondar-mandir di dalam barisannya, segera aku katakan (kepada dua anak muda itu), 'Inilah orang yang sedang kalian cari.' Tanpa mengulur-ulur waktu, keduanya seketika menyerang Abu Jahal, menikamnya dengan pedang sampai tewas. Setelah itu merekapun menghampiri Rasulullah SAW (dengan rasa bangga) melaporkan kejadian itu. Rasulullah bertanya, 'Siapakah di antara kalian yang menewaskannya?' Masing-masing menjawab, 'Sayalah yang membunuhnya.' Lalu Rasulullah bertanya lagi, ' Apakah kalian sudah membersihkan mata pedang kalian?' 'Belum', jawab mereka serentak. Rasulullah pun kemudian melihat pedang mereka, seraya bersabda, 'Kamu berdua telah membunuhnya. Akan tetapi segala pakaian dan senjata yang dipakai Abu Jahal (boleh) dimiliki Mu'adz bin Al Jamuh'. (Berkata perawi hadits ini) : Bahwa kedua pemuda itu adalah Mu'adz bin'Afra dan Mu'adz bin 'Amru bin Al Jamuh." (4)

Pemuda-pemuda yang dipaparkan di atas merupakan pemuda yang telah membuktikan pada masanya akan aktivitas yang mereka lakukan dan bisa mengubah wajah dunia saat itu dan sekarang, Insya Allah. Dari potret pemuda masa lalu tersebut, kita dapat menggali dari mereka dan merefleksikan pada diri kita dengan situasi dan kondisi yang berbeda. Agar kita bisa menjadi sosio kultur atau pengubah ke arah yang baik, untuk menjayakan kembali umat Islam ini. Sehingga akan datang janji Allah pada kita sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah,

"Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan bagiku dunia ini, baik ufuk Timur maupun Barat. Dan kekuasaan umatku akan sampai kepada apa yang telah diberikan kepadaku dari dunia ini." (5)

Saat ini yang harus kita refleksikan dari diri mereka ada tiga hal dan ketiga hal tersebut disebutkan dalam firman Allah SWT dalam surat Fushilat : 33,

"Dan siapakah ucapannya yang paling baik daripada orang yang berdakwah kepada Allah, beramal yang baik dan berkata : 'Sesungguhnya aku ini adalah termasuk orang-orang yang berserah diri' ."

Ketiga hal tersebut (dalam ayat di atas) adalah :

1. Berdakwah atau mengajak umat ini kepada Allah. Dengan kata lain seorang pemuda harus berani mengungkapkan kebenaran yang ada pada Islam, serta membeberkan kerusakan-kerusakan yang ada pada sistem atau pada ide-ide Barat yang banyak diikuti oleh pemuda-pemuda yang bodoh. Dengan dakwah ini pemuda-pemuda pada masa Rasulullah sanggup mengubah kultur yang rusak ke arah yang baik, menegakkan panji-panji Islam dan sanggup menghancurkan setiap kebatilan yang ada. Melalui dakwah ini pula Rasulullah dan sahabat-sahabatnya yang tergolong sebagai pemuda, mengadakan pemberangusan terhadap idiologi-idiologi yang bertentangan dengan Islam dan menyebarkan Islam sebagai rahmat bagi alam semesta.

2. Beraktivitas yang baik dan sesuai dengan syari'at-syari'at Islam. Seorang pemuda seharusnya bisa beraktivitas yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain, dengan batasan-batasan syari'at Allah.

3. Seorang pemuda muslim yang benar-benar bertaqwa, harus berserah diri pada Islam. Maksudnya pemuda harus menjadikan Islam sebagai standart dari perilaku, sehingga kehidupan seorang pemuda akan benar-benar mendapat ridla Allah SWT.

Dengan tiga hal tersebut, seorang pemuda harus benar-benar menjalankannya, supaya akan datang janji Allah. Sebagaimana firman Allah pada surat An Nuur : 55,

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang mengerjakan amal-amal yang baik, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menja- dikan mereka berkuasa di muka bumi ini sebagaiman telah Dia jadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh-sungguh Dia akan menegakkan bagi mere- ka agama yang telah diridloi-Nya untuk mereka. Dan Dia benar-benar akan menu- kar (keadaan mereka) sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sen- tosa. Oleh karena itu mereka menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku."

Wallahu 'A'lam bish Showaab.

Catatan Kaki :
(1) Zakrul Adab, jilid I, hal. 7
(2) QS Al Anbiyaa : 60; Tafsir Ibnu Katsir, jilid III, hal. 183
(3) Shahih Bukhari, jilid VII, hal. 226 dan 302
(4) Musnad Imam Ahmad, jilid I, hal. 193; Shahih Bukhari, hadits nomor 314; Shahih Muslim, hadits nomor 1752
(5) HR Muslim, jilid VIII, hadits no. 1771; Abu Dawud, hadits no. 4252; Tirmidzi, jilid II, hal. 27